DELI SERDANG, PILAR MERDEKA – Kembar Mayang merupakan salah satu unsur yang ditemukan dalam prosesi pernikahan Adat Jawa. Meskipun sebagian keluarga dari suku Jawa sendiri masih ada yang tidak menggunakannya, tetapi filosofi penggunaan Kembar Mayang pada prosesi pernikahan merupakan sebuah kebesaran dan keagungan yang disematkan keluarga besar kepada kedua mempelai.
Walaupun dalam pelaksanaan resepsi pernikahan antara kedua mempelai terkadang berbeda suku namun sering ada kesepakatan agar prosesi Kembar Mayang ini dipergunakan.
Kembar Mayang dilakukan saat ritual mengarak pengantin tetapi terlebih dahulu melaksanakan akad nikah, kemudian di pertemukan kembali dengan serangkaian acara yang disebut Temu Manten selanjutnya Kembar Mayang diposisikan di sebelah kanan dan kiri singgasana Raja dan Ratu sehari.
Terkait Kembar Mayang ini, Mbah Miskun (64 tahun) ayah dari 8 orang anak yang merupakan sesepuh dalam hal pembuatan Kembar Mayang. Di lingkungan beliau yang beralamat di Peringgan Sekata, Desa Tumpatan Nibung, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang yang memang sebagian besar dari etnis Jawa, Beliau kerap dipanggil di daerah tersebut jika ada hajatan pernikahan.
Kembar Mayang merupakan salah satu unsur adat tradisi Jawa dalam prosesi pernikahan yang dibuat oleh para leluhur terdahulu dan ternyata penuh dengan makna. Bukan sekedar pelengkap hiasan yang pada zaman dahulu kala belum mengenal rangkaian bunga plastik dan satin seperti saat ini.
Makna Elemen Utama Kembar Mayang
Elemen Kembar Mayang biasanya disesuaikan dengan kondisi daerah sekitar yang empunya hajatan, namun secara umum adalah : Janur Kuning, Dedaunan yang terdiri dari Daun Pohon Beringin, Daun Puring dan Daun Andong, Mayang Buah Pinang serta Debog Pisang untuk tempat rangkaiannya.
Kembar Mayang secara umum dimaknai hendaknya kedua mempelai satu pemikiran. Ini disimbolkan sebelum akad nikah dua pemikiran tersebut masih berbeda setelah adanya Ijab Qabul akad nikah maka sudah disatukan oleh sebuah ikatan yang suci.
Janur Kuning, yang berwarna cerah merupakan simbol kegembiraan dan keanggunan. Janur Kuning dalam bahasa Jawa merupakan Singkatan dari Sejatine Nur atau dalam bahasa Arab, Ja’a Nur yang bermakna cahaya telah tiba. Kuning bermakna Tekun Ngeningakhe yang bermakna Tekun dan sabar dalam mengingatkan dan selalu Istiqomah untuk saling memberi nasehat dalam membina mahligai rumah tangga.
Sementara dari Janur Kuning sendiri oleh Mbah Miskun masih dirangkai lagi menjadi hiasan dan simbol seperti : sepasang Belalang, sepasang Burung, sepasang Padi-padian, sepasang Keris-kerisan, sepasang Kembang Cangkok Wijayakusuma dan sepasang Pecut-Pecutan dan ini bukan sekedar hiasan semata melainkan ada maknanya juga.
Mayang yang dipergunakan adalah dari Buah Pohon Pinang yang bermakna, mekarnya pemikiran setelah membentuk mahligai rumah tangga dan mendharma baktikannya pada lingkungan sekitar. Sementara untuk orang yang meninggal dunia sebelum menikah tidak menggunakan simbol Mayang Pinang dan penyebutannya juga berbeda menjadi Gagar Mayang karena sudah gugur terlebih dahulu.
Kembar Mayang sendiri menurut Mbah Miskun punya sebutan tersendiri, Kembar Mayang Sekar Parijodoh, Kembang Panca Warna sing Megar’e sewengi mengigat tidak ada bunga yang mekar bersamaan dalam waktu satu malam maka Kembar Mayang hanya untuk orang yang berjodoh.
Pada saat tengah malam setelah selesai pembuatan Kembar Mayang maka yang sebenarnya diadakan serah terima kepada yang empunya hajatan dengan sebutan tebusan atau dimahari dengan Ayam Kemanggang dan Sajen Sego Sembunyo yang isinya Nasi beserta lauk pauk apa yang dimasak hari itu juga namun pada saat sekarang ini sudah sangat jarang. Tebusannya berganti dengan pemberian lembar rupiah seikhlas hati dari si tuan rumah. (Budi Sudarman)