Oleh Budi Sudarman
“Satu tahun lalu jadi kenangan, sekarang jadi harapan dan masa datang dalam genggaman,” kira-kira begitu bisikan hati dalam menyemangati gerak langkah Pilar Merdeka.com kedepan.
Euforia kebebasan pers, muncul setelah diberlakukannya UU Nomor 40 Tahun 1999. Keinginan dan niat hati semakin mantap untuk berkiprah dan/atau berprofesi di ruang media massa.
Dewan Pers, rumah besar bagi insan Pers dan media adalah wadahnya dengan istilah “Senayan” bagi para konstituen organisasi pers. Seiiring tumbuhnya perusahaan media yang berbadan hukum bak cendawan di musim hujan begitulah sebuah gambaran tentang organisasi pers tersebut. Mudah sepertinya mendirikan namun sulit berkembang dan bertahan. Apalagi masuk menjadi konstituennya Dewan Pers.
Setali tiga uang, awak medianya pun bernasib sama, untuk mendapatkan lisensi Kompetensi sangat sulit dikarenakan kuota untuk menjadi peserta sangat terbatas. Belum lagi berbagai tahapan bagi perusahaan media agar punya kualifikasi resmi di Dewan Pers. Butuh perjuangan ekstra untuk meraihnya.
Begitulah gambaran singkat perjuangan media untuk mencapai apa yang diharapkan. Setahun kiprah media online Pilar Merdeka.com jika diumpamakan seperti perjuangan Ikan Salmon atau Salem dalam menjalani sebuah proses kehidupan.
Setahun di hulu sungai yang berair jernih dan bebas dari pencemaran kini saatnya memasuki tahun kedua ikan Salmon bermigrasi ke lautan luas yang penuh debur ombak. Pun begitu, saat kembali ke hulu untuk proses reproduksi dan menetaskan anak-anak ikan merupakan suatu perjuangan yang sangat sulit. Gagal karena dipancing, gagal karena ditangkap predator dan berbagai proses alam lainnya.
Lewat kehidupan Ikan Salmon, Pilar Merdeka.com mencoba belajar untuk tetap hidup dan eksis. Gagal meliput event skala nasional karena dicegat aturan verifikasi administrasi dan faktual Dewan Pers tak lantas membuat lemah. Pilar Merdeka.com akan terus bergerak agar tetap hidup bagai ikan Salmon hingga tersaji di piring, dalam jamuan di meja makan.
Persaingan itu bukan melulu sesama antar media melainkan persaingan dengan platform digital lainnya seperti media sosial yang lebih atraktif menonjolkan tampilan gerak dan suara.
Para kreator menampilkan konten-konten yang pastinya lebih disukai followers dan viewers daripada harus membaca. Mereka-mereka sang kreator itu yang menjadi pemimpin redaksi sekaligus reporter atau wartawan.
Sekedar info, dan menjadi pemakluman bahwa literasi Indonesia dalam hal membaca sangat rendah. Menurut data UNESCO, persentase minat baca Indonesia 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang yang gemar membaca hanya 1 orang.
Biarkanlah itu menjadi catatan eksklusif UNESCO. Dan bukan sebagai cermin bagi Pilar Merdeka. Tetapi berbenah diri-lah agar selalu ditunggu para pembaca.
Beranjak dari itulah maka sudah waktunya dibentuk skuad tim yang punya pandangan energik kedepan, visioner yang dibarengi idealisme dan disandingkan dengan karya tulis maka ide-ide segar akan terus mengalir atau ide itu takkan terhentikan.
Dirgahayu Pilar Merdeka.com. Semoga kesuksesan senantiasa menghampiri yang dikarenakan para pembaca setia menanti. (Penulis adalah wartawan Pilar Merdeka.com)