BerandaDaerahKaji Ulang Regulasi yang Dapat Mensejahterakan Masyarakat Adat

Kaji Ulang Regulasi yang Dapat Mensejahterakan Masyarakat Adat

MEDAN, PILAR MERDEKA – Acara Sarasehan Mufakat Masyarakat Adat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara berlangsung lancar dan sukses, acara tersebut diselenggarakan di Aula Peradilan Semu, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Sabtu (18/1/2025).

Sarasehan mufakat itu menampilkan tiga narasumber, yaitu Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum menyajikan materi “Tanah Ulayah Persepektif Konstitusi”, Dr. Tengku Mira Sinar, MA, “Adat Budaya Melayu dan Jati Diri Masyarakat Adat Melayu“ dan Rajalul Halimi Harisun, “Konservasi Mangrove sebagai ruang hidup komunitas Melayu”.

Dalam sarasehan itu Prof. Hasim Purba, SH, M.Hum menekankan pentingnya mereview regulasi terkait masyarakat adat dalam acara sarasehan

“Kita perlu mengadakan review ulang terhadap regulasi-regulasi yang ada dengan kondisi masyarakat sekarang. Masyarakat adat dengan hak-haknya perlu diberikan. Apa yang diamanahkan UUD 1945, pasal 18, terkait hak-hak masyarakat tradisional harus diatur di dalam undang-undang, itu perlu diturunkan dengan peraturan-peraturan yang dapat mensejahterakan masyarakat adat,” tegas Prof. Hasim Purba,

Kemudian Prof. Hasim Purba juga menyatakan hak-hak dasar masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam, apa itu laut, darat dan lainnya harus diperhatikan. Terkait UU Cipta Kerja, jadi kontradiktif.

Seperti kasus Rempang di Batam, papar Hasim, masyarakat telah menduduki daerahnya sebelum Indonesia merdeka, kok masyarakat diusir. “Hak-hak masyarakat adat harus diperhatikan. Masyarakat adat dengan hak-haknya perlu diberikan pengelolaan,” saran Hasim.

Konservasi Mangrove

Mangrove
Rajalul Halimi Harisun saat menyampaikan materi Konservasi Mangrove sebagai ruang hidup komunitas Melayu di Acara Sarasehan Mufakat Masyarakat Adat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara (Foto. Monang Sitohang)

Koordinator Community Development Yayasan Konservasi Pesisir Indonesia (Yakopi) Rijalul Halimi Harisun menegaskan konservasi hutan mangrove dan masyarakat adat di pesisir pantai tidak dapat pisahkan.

“Kita siap membantu masyarakat adat pesisir pantai di kegiatan konservasi hutan mangrove. Kita nantinya melakukan pemetaan terhadap lahan konservasi mangrove yang melibatkan masyarakat adat, Pemerintah Desa dan stakeholder,” ujar Rijalul Halimi.

Dijelaskan Rijalul mangrove berbeda dengan bakau. Bakau dan nipah bagian dari mangrove. Mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan memberikan manfaat biologi dan ekologi bagi masyarakat pesisir pantai.

Konservasi mangrove, papar Rijalul, perlu pendekatan partisipatif. Selanjutnya perlu dibuat peraturan Desa. “Konservasi mangrove harus melibatkan masyarakat adat pesisir pantai, ada peraturan Desa dan perlu berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah,” tegasnya.

Ke depan, himbau Rijalul, konservasi mangrove perlu ditumbuh kembangkan di pesisir pantai timur Sumatera Utara. Harapan kita, himbaunya lagi, hutan mangrove menjadi objek ekowisata di Sumatera Utara.

Alat Pelindung

Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba dalam Sarasehan tersebut mengatakan ruang hidup bagi mangrove menjadi alat pelindung bagi masyarakat melayu yang tinggal di pesisir pantai timur Sumatera Utara.

“Mangrove perlu dilindungi. Libatkan masyarakat adat melayu yang tinggal di pesisir pantai untuk melindungi mangrove,” saran Oslan

Sarasehan Mufakat Masyarakat Adat Melayu Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara dihadiri 250 orang peserta dari perwakilan berbagai masyarakat kampung, akademisi, praktisi budaya dan organisasi masyarakat sipil (LSM). (Fajaruddin Adam Batubara)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img
- Advertisment -

DAERAH