PILAR MERDEKA
Menjemput Takdir
Catatan Roso Daras
Izinkan saya menyampaikan ucapan SELAMAT ULANG TAHUN yang ke-1 kepada PILAR MERDEKA, melalui sebuah tulisan yang (mungkin) terlalu panjang. Barangkali ini karena antusiasme yang tinggi. Sebab, meski sebutir debu, saya ada di belakang proses lahirnya media online yang dibesut sahabat saya, Monang Sitohang.
Hanya kebetulan, Tuhan melahirkan saya lebih dulu di bumi. Sesuai adat dan budaya kita, kepada yang lebih tua, mengalir semacam hak untuk memberi nasihat kepada yang lebih muda. Semoga nasihat baik adanya.
Tanggal 13 Maret 2024, PILAR MERDEKA berhasil melewati satu tahun pertama dengan selamat. Wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Teriring doa, semoga bisa menapaki tahun kedua dengan lebih baik. Jika itu terlewati, kembali bersyukur dan berdoa untuk keselamatan memasuki tahun ketiga. Begitu seterusnya….
Sebab, eksistensi media massa, utamanya media online, ditentukan oleh takdir waktu. Rumus modal besar, jaminan berumur panjang, tidak berlaku. Sebaliknya, modal dengkul pasti seumur jagung, juga belum tentu.
Bagi penggiat media, pasti setuju, bahwa sebuah media online yang di-set-up dengan dana cukup, karyawan bergaji (minimal) UMR, ternyata hanya bertahan satu-dua tahun, atau bahkan kurang. Di sisi lain, sebuah media yang “modal dengkul”, tetap eksis bertahun-tahun lamanya….
Mungkin ekstrem jika ada yang mengatakan, media (era sekarang) memang ditakdirkan untuk berusia pendek. Hal itu terjadi karena beberapa hal. Tapi umumnya, kematian media online terjadi karena alasan “tidak menguntungkan”.
Ini jauh berbeda dengan media massa jadul, ketika media online belum merajalela. Saat itu, media hadir dengan strata ekonomi yang berbeda, tetapi nyaris tidak ada yang mati, kalau tidak kena breidel pemerintah.
Contoh, media beroplah besar berkibar dengan salary yang cukup, gedung perkantoran yang megah, bahkan memiliki mesin cetak sendiri. Sementara, koran beroplah kecil, hidup pas-pasan, salary jauh di bawah standar, kantor kecil dengan peralatan kerja terbatas, dan mencetaknya pun menumpang di percetakan lain.
Anehnya, mereka hidup berdampingan sepanjang waktu. Satu alasan mengapa media massa (cetak) zaman dulu rata-rata berumur panjang, adalah karena idealisme. Sikap jurnalis terhadap “kebendaan” (gaji, fasilitas, dll) boleh dikata 11-12 dengan seniman.
Sebagian mungkin menilai, sikap itu sudah usang. Padahal, sikap itu justru terbangun karena idealisme. Idealisme dalam menjalankan syariat agama. Bahwa yang namanya ‘rezeki’, adalah mutlak Tuhan yang mengatur. Karena itu, mereka tidak pernah peduli materi, sekalipun periuk sudah miring ke kiri.
Apakah sikap itu tetap relevan dengan era kekinian yang serba digital? Tetap relevan. Sebab, semua idealisme adalah baik. Ingat, idealisme adalah sebuah filosofi yang mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan angan-angan, yaitu dunia idea. Pokok pemikiran idealisme ialah menyakini adanya Tuhan sebagai ide tertinggi dari apa yang terjadi di alam semesta ini.
Jadi, bagaimana mungkin kita mengelola media tanpa idealisme? Yang terjadi adalah tidak adanya passion. Abai terhadap fungsi pokok pers serta tugas mulia seorang jurnalis.
Saya tentu memancang harapan tinggi terhadap PILAR MERDEKA. Sekali layar terkembang pantang surut kebelakang. Itu yang harus menjadi visi sekaligus misi pengelola media ini ke depan.
Bahwa kemudian terdapat kerikil-kerikil perjuangan yang bisa saja mengakibatkan kita tergelincir, itulah yang harus diretas satu per satu. Caranya dengan mencari akar persoalan. Mencari sebab-musabab mengapa ada banyak kerikil di jalan perjuangan.
Akar persoalan dan sebab-musabab tadi, akan menggiring pengelola media ini kepada sains (ilmu pengetahuan). Ilmu pengetahuan media online adalah soal optimasi website. Di sini kita akan bersinggungan dengan konten yang berkualitas, desain web, kecepatan situs, integrasi dengan media sosial, sampai yang paling penting adalah optimasi SEO (search engine optimization).
Persoalan-persoalan itulah yang harus diurai satu per satu. Tidak harus buru-buru. Apalagi kalau tidak cukup modal di saku.
Mulailah dari hal yang paling mungkin. Misalnya soal desain. Apakah desain website PILAR MERDEKA sudah cukup atraktif dan mengena di mata viewers?
Kemudian soal konten. Apakah konten-konten yang disajikan PILAR MERDEKA adalah konten eksklusif dan menarik bagi viewers?
Berikutnya media sosial. Apakah PILAR MERDEKA sudah terintegrasi dengan media sosial seperti YouTube, TikTok, IG, Twitter, dan lain-lain?
Katakanlah, satu per satu mulai diperbaiki. Apakah kemudian PILAR MERDEKA sontak menjadi media online yang “menguntungkan”. Jauh panggang dari api. Tapi untuk apa bicara untung-rugi jika kita memiliki idealisme?
Maju terus PILAR MERDEKA.