PILAR MERDEKA – Setiap daerah di Indonesia memiliki daya tarik wisata unggulannya masing-masing, begitupun dengan Kota Bandung. Selain terkenal memiliki berbagai macam kuliner yang lezat, Bandung juga memiliki destinasi wisata yang menarik dikunjungi.
Satu di antaranya yang sukses menarik banyak perhatian wisatawan adalah Hutan Mycelia yang berada di Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Kalau biasanya wisata di Bandung menonjolkan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah, Hutan Mycelia sedikit berbeda. Pasalnya, Hutan Mycelia menawarkan wisata malam di kawasan Cikole yang menggabungkan unsur alam, seni, dan teknologi.
Meski dibutuhkan sekitar 50 menit perjalanan untuk sampai ke tempat wisata terpopuler satu ini. Namun, suasana magis yang menyambut kita setibanya di sana, seakan langsung menghilangkan rasa lelah akibat perjalanan panjang. Karena kita akan disambut udara sejuk khas pegunungan, berpadu dengan permainan cahaya yang unik.
Kalau Sobat Parekraf mencari destinasi wisata yang unik dan estetik, maka Hutan Mycelia adalah pilihannya. Pasalnya, destinasi wisata satu ini menawarkan suasana yang artistik layaknya masuk ke negeri dongeng atau dunia peri.
Hal ini tentu berkat adanya pepohonan rindang, deretan bebatuan, serta bangunan unik mirip jamur dan iringan audio yang membuat suasana layaknya berada di negeri dongeng.
Sekadar informasi, nama Mycelia pada destinasi wisata ini merujuk pada jaringan jamur yang banyak ditemukan di hutan-hutan. Itu mengapa, jangan heran kalau Sobat Parekraf menemukan banyak jamur di destinasi wisata terpopuler di Bandung satu ini. Baik itu tayangan animasi tentang jamur, hingga patung dekorasi jamur yang lucu dan menggemaskan.
Daya tarik destinasi wisata Hutan Mycelia tidak hanya menawarkan suasana hutan yang magis saja. Tapi, juga dikenal sebagai wisata alam dengan menyelipkan instalasi video mapping satu-satunya di Lembang.
Kita bisa menemukan enam titik yang menggunakan video mapping sebagai sarana bercerita tentang jamur. Seperti di antaranya: Rumah Ras Jalar, Rumah Ras Jaga, Rumah Ras Tata, Rumah Ras Daur, Rumah Ras Semai, dan Portal Air Terjun.
Menariknya, Sobat Parekraf tidak hanya berwisata dan dibuat kagum dengan dekorasi jamur-jamur di dalam hutan saja. Tapi, juga berkesempatan wisata edukasi mengenal dunia jamur secara mendalam.
Jauh dari kata membosankan, karena kita bisa belajar lewat pencahayaan warna-warni dan elemen audio visual, yang membuat kegiatan belajar terasa lebih menyenangkan.
Selama ini mungkin kita hanya mengetahui jika lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV) hanya sebatas mengerjakan poster atau berbagai karya 2D. Padahal, di balik munculnya video mapping di Hutan Mycelia juga terdapat peran dari pelaku ekonomi kreatif dari subsektor DKV.
Ilmu membuat video mapping sudah dipelajari sejak bangku perkuliahan DKV. Satu bekal yang paling penting adalah prinsip memahami tata letak (layout) dalam desain grafis.
Selain itu, ada pula mata kuliah (matkul) “Nirmana” yang mengajarkan pemahaman tentang tata letak elemen visual, seperti titik, garis bidang, dan warna. Bahkan, dalam matkul Nirmana juga terdapat pembelajaran tentang teknik pencahayaan atau gradasi warna untuk menghasilkan karya 3D.
Teknik-teknik dasar dalam desain visual akan menjadi bekal yang sangat baik. Terutama jika ingin memperdalam ilmu video mapping secara maksimal.
Jika sudah semakin lihai, bukan hal mustahil kita bisa menciptakan video mapping yang benar-benar nyata dan seakan hidup, seperti yang diterapkan di Hutan Mycelia Cikole. Meski begitu, potensi subsektor DKV dalam ekonomi kreatif di masa depan tidak sebatas membuat video mapping.
Dalam jangka panjang, subsektor DKV memiliki peluang besar dalam menghasilkan berbagai macam karya digital, baik itu dalam bentuk animasi maupun film. Melihat perkembangan ini, tentunya semakin membuktikan jika subsektor DKV dalam ekonomi kreatif menjadi salah satu jurusan yang menjanjikan dan memiliki potensi besar di masa depan. (*/Mons)