JAKARTA, PILAR MERDEKA – Sejumlah aktivis nasional mendatangi Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra di Jalan Harsono RM No. 54, Ragunan, Jakarta Selatan, Senin siang (28/7/2025). Mereka menyuarakan desakan agar pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, mengambil langkah konkret terkait dugaan korupsi Dana Jaminan Pascatambang (DJPL) sebesar Rp168 miliar di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Kasus tersebut menyeret nama Anwar Ahmad, mantan Bupati Bintan yang kini menjabat Gubernur Kepulauan Riau dua periode.
Ahmad Iskandar Tanjung, Ketua BAPAN DPD Kepri, mengungkapkan bahwa laporan terkait dugaan korupsi ini sudah diserahkan sejak setahun lalu, namun hingga kini belum ada langkah hukum yang jelas. “Ini kedatangan saya yang keempat kalinya dari Batam ke Jakarta. Dana Rp168 miliar itu adalah hasil supervisi KPK tahun 2018 yang seharusnya bisa diambil oleh Bupati dan pihak perusahaan waktu itu. Kini, mantan Bupati itu malah jadi Gubernur Kepri,” ungkap Iskandar di hadapan media.
Iskandar mempertanyakan keseriusan Presiden Prabowo dalam komitmennya memberantas korupsi. “Di bukunya Paradoks Indonesia, beliau bicara soal ancaman korupsi. Setelah jadi presiden, beliau janji akan memburu koruptor sampai ke Antartika. Sekarang mana buktinya? Kami menuntut Presiden gunakan kewenangannya. Bukan hanya janji, tapi aksi nyata. Desak Kejaksaan usut kasus ini!” tegasnya.
Aktivis Nasional: Hukum Jangan Tumpul ke Pejabat
Nada tegas juga datang dari Babeh Aldo, aktivis nasional yang menyoroti lambannya penanganan hukum oleh Kejaksaan Tinggi Riau. “Kejati Riau seolah ciut. Kami minta Kejaksaan Agung ambil alih. Jangan sampai rakyat turun ke jalan baru kasus ini diurus. Rakyat Kepri itu cinta damai, tapi jika terus dibiarkan, kami bisa kerahkan massa,” ujarnya.
Babe Aldo juga menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum. “Hukum jangan tajam ke rakyat kecil tapi tumpul ke pejabat. Kalau memang salah, ya hukum! Jangan karena pejabat, lalu dibiarkan. Negara ini bukan milik elite politik!”
Niko Silalahi, aktivis nasional lainnya, menambahkan bahwa hasil investigasi lapangan menunjukkan tidak ada reboisasi sebagaimana yang dijanjikan dalam proses pascatambang. “Kami sudah ke lokasi, kami lihat sendiri. Nol reboisasi! Lahan bekas tambang terbengkalai. Kami minta Presiden Prabowo instruksikan langsung aparat untuk bertindak,” ujarnya.
Kritik ke Gerindra: Jangan Bungkam Aspirasi Rakyat
Ahmad Iskandar juga menyoroti sikap Partai Gerindra yang dianggap tak menanggapi serius laporan dugaan korupsi tersebut. “Tahun lalu kami sempat disambut di lantai 3 DPP Gerindra, katanya akan ditindaklanjuti karena data kami valid. Tapi sekarang? Kami hanya diberi ruang konferensi pers di trotoar! Mana bukti Gerindra partai rakyat?”
Ia bahkan mempertanyakan apakah ada kepentingan politik di balik pembiaran kasus ini. “Apakah karena dia bagian dari ‘Geng Solo’ maka Prabowo tak berani bertindak? Kalau iya, ini bahaya. Jangan korbankan hukum demi politik!”
Desakan untuk KPK dan Kejaksaan Agung
Iskandar juga menegaskan bahwa KPK dan Kejaksaan harus bekerja independen dan tidak diintervensi oleh kekuasaan politik. “KPK sudah tahu ini merugikan negara, tapi koordinasinya lamban. Kalau terus begini, lebih baik KPK dibubarkan! Jangan jadi ATM elite politik!”
Niko Silalahi pun memperingatkan bahwa jika hukum tak ditegakkan, rakyat akan kehilangan kesabaran. “Kami tidak ingin chaos, tapi kalau negara terus membiarkan korupsi, kami dipaksa untuk bertindak.”
Tuntutan Para Aktivis
Para aktivis yang hadir menyampaikan empat tuntutan tegas:
- Presiden Prabowo segera keluarkan instruksi untuk penanganan cepat kasus ini.
- Kejaksaan Agung ambil alih penyidikan dari Kejaksaan Tinggi Riau.
- KPK percepat proses hukum tanpa intervensi politik.
- Partai Gerindra harus serius menyikapi laporan rakyat, bukan hanya responsif saat pemilu.
“Ini bukan akhir perjuangan kami. Kami akan terus suarakan sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” tutup Ahmad Iskandar Tanjung. (Agus Oyenk)