MEDAN, PILAR MERDEKA – Jembatan Berlian, belum ada satu informasi pun yang sahih/akurat untuk bisa dijadikan refrensi secara tertulis mengenai asal usul ditabalkannya nama Jembatan Berlian. Apakah pemberian nama jembatan itu tercacat oleh pemerintah atau sekedar sebutan masyarakat saja, dan siapa yang pertama kali menyematkan nama jembatan tersebut, sejauh ini masih misteri.
Tapi paling tidak jawabannya dan masuk di akal, jembatan diatas Sungai Babura itu disebut Jembatan Berlian, kemungkinannya karena ornamen-ornamen pada jembatan tersebut berwarna keemasan. Jika di malam hari, terlihat menarik dan berkilauan bak berlian. Sehingga secara spontan dan kebetulan warga sekitar yang terdekat menyebutnya Jembatan Berlian.
Sejak kapan pergeseran sebutan nama jembatan yang sudah berusia ratusan tahun tersebut terjadi, jawabannya tidak jelas. Kalau mundur ke belakang, awal dibangunnya jembatan pada 1916, di zaman pendudukan kolonial, jembatan itu dinamakan Jembatan Kebajikan. Kebajikan merupakan sikap budi pekerti yang baik atau sikap mulia. Kira-kira kalau dimaknai, Jembatan Kebajikan adalah Jembatan Kebaikan-Kemulian, menunjukkan sikap seseorang yang erat kaitannya dengan sejarah jembatan itu sendiri.
Di kala itu, tak terbayangkan situasi dan kondisi akses jalan di Kota Medan dan sekitarnya. Jembatan Kebajikan dibangun bertujuan untuk menghubungkan dua wilayah, antara wilayah di Jalan Zainul Arifin (Cal Cuta Straat) dengan wilayah di Jalan Gajah Mada (Coen Straat).
Bisa jadi, kata kebajikan ditabalkan pada jembatan tersebut, kemungkinan erat hubungannya dengan abang-saudara Tjong A Fie, pengusaha sukses asal Tiongkok, bernama Tjong Yong Hian. Tjong Yong Hian dikenal bukan sebagai seorang pengusaha, tetapi lebih dikenal atas kepiawaiannya merajut hubungan baik antar suku dan suku bangsa di Kota Medan.
Ia punya peran penting atas terjalinnya harmonisasi antar suku di Kota Medan pada masanya. Tak salah, bila Jembatan Kebajikan menjadi salah satu peninggalan guna mengenang jasa-jasa baik Tjong Yong Hian.
Riwayatnya kini, satu jembatan dua nama, Jembatan Berlian dan Jembatan Kebajikan, terletak di Jalan KH. Zainul Arifin, Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru.
Duduk Santai
Pada malam hari, sisi kiri badan jalan Jembatan Kebajikan, tampak sejumlah pedagang kuliner, seperti ayam bakar, nasi soto dan makanan siap saji. Demikian sekilas pantauan Pilar Merdeka.com saat melintas di jembatan tersebut Rabu (22/5), sekitar Jam 22.15 WIB.
Meja dan kursi serta steling jualan, milik pengusaha kuliner ayam bakar dan nasi soto tadi diletakkan sejajar memanjang di sisi kiri pagar jembatan dan badan jalan.
Para pembeli begitu serius menikmati jajanan malam, kuliner ayam bakar dan nasi soto itu. Sembari duduk santai, para pembeli itu menikmati malam di sisi kiri badan jalan jembatan Kebajikan. Lalu menikmati sajian ayam bakar dan nasi soto khas Kota Medan.
Sambil menyantap makanan menu ayam penyet. Terkadang, para seniman jalanan atau pengamen dengan membawa gitar sering tampil bernyanyi guna menghibur para pembeli.
Sementara itu di sisi kanan jembatan Kebajikan. Masih suasana di malam hari juga. Terkadang warga yang hobi mancing. Acapkali memanfaatkan sungai Babura sebagai spot mancing. Ikan lele dumbo, nila, gabus menjadi penghuni sungai Babura menjadi incaran pemancing. Dari pagar jembatan Kebajikan. Para pemancing acapkali melemparkan tali joran pancingnya.
Ikan hasil pancingan dimasukkan ke dalam ember timba. Ikan lele dumbo selalu didapatkan para pemancing yang mancing di sungai Babura.
Selain itu, di bawah jembatan Kebajikan. Persis di sisi sungai Babura terdapat sebuah lapangan futsal. Anak- anak remaja acapkali menggunakan lapangan futsal itu untuk bermain bola. (Fajaruddin Adam Batubara/Mons)