DELI SERDANG, PILAR MERDEKA – Suasana siang sekitar pukul 13.00 WIB di Jalan Besar Desa Tembung – Batangkuis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Senin (8/1/2024) tampak begitu lengang. Meski saat itu hujan turun lalulintas berjalan normal.
Arus kenderaan yang melintas tak begitu padat. Di sisi kiri-kanan badan jalan banyak anak sekolah berteduh. Sembari menunggu hujan reda. Hal yang sama juga di lakukan para pengendara sepedamotor. Menepi, berteduh di emperan toko guna menanti hujan berhenti. Saat itu, tiada kelihatan para pengendara sepeda yang berteduh.
Itu situasi di siang hari. Di saat hujan turun. Jika di malam hari. Bila melintas di Jalan Besar Desa Tembung-Batangkuis. Kerlap-kerlip lampu jelas terlihat. Baik di sisi kiri dan kanan badan jalan. Lampu tampak indah sebagai lampu penerang toko-toko itu.
Seiring dengan toko-toko itu. Tak dipungkiri lagi, jalan Besar Desa Tembung-Batangkuis, lambat-laun, kini berubah. Jadi, pusat perdagangan dan jasa, di jalan itu, telah berdiri kokoh Kantor Camat, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kantor Koramil, gedung sekolah dasar, Sekolah Al Jami’yatul Washliyah dan lainnya.
Namun, sedari dahulu jalan itu merupakan jalan sentral penghubung antar Desa. Tersimbol sebagai kawasan daerah perkebunan. Waktu terus berjalan. Lagi-lagi, jalan Desa Tembung itu terus-menerus berubah. Berbenah menjadi kota perdagangan dan jasa yang kini selalu semakin ramai.
Buktinya, di sisi jalan Besar Desa Tembung-Batangkuis, kini telah berdiri ruko-ruko baru dan permanen. Baik ruko baru berskala kecil maupun ruko berskala besar. Kerlap kerlip lampu ruko-ruko, akhirnya terlihat sampai ke sisi badan jalan.
Selain itu, pajak sebagai tempat berjualan bagi pedagang sembako, sayur-mayur, buah-buahan, ikan, daging dan lainnya, berdekatan dengan ruko-ruko baru itu. Hanya berbatas dengan Pasar VII, simpang jodoh.
Segala jenis produk dipajangkan dan diperdagangkan di ruko-ruko baru di sana. Jika warga Tembung ingin berbelanja guna memenuhi selera kebutuhan sekunder. Tak perlu lagi ke Kota Medan. Semua kebutuhan tersedia ada di sana.
Untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Di Tembung, pajak Gambir, Pasar VIII, sudah menjadi ikon dan mendapat tempat di hati masyarakat. Di pagi hari hingga sore hari, pemandangan warga beramai-ramai datang berbelanja acapkali terlihat.
Konon, menurut cerita lama, sebelum jalan Besar Desa Tembung- Batangkuis, berdiri ruko-ruko baru. Dulunya, areal ruko baru itu merupakan halaman dari rumah ADM perkebunan, halaman rumah Askep dan Kantor PTPN II, Perkebunan Bandar Klippa atau lainnya.
Semenjak berdirinya ruko-ruko baru itu, rumah ADM dan rumah Askep serta kantor PTPN-II, Perkebunan Bandar Klippa, terkesan tidak kelihatan lagi. Mungkin karena tertutupi oleh ruko-ruko baru itu.
Bersepeda
Kendati demikian, seiring perkembangan jalan Desa Tembung- Batangkuis. Cerita lama mulai terlupakan. Seperti cerita orang mengendarai sepeda berbelanja dan bekerja. Pergi naik sepeda ke tempat tujuan. Cerita muda-mudi bersepeda menuju Pasar VII, simpang jodoh, terkesan sudah hilang.
Konon katanya, di era tahun 80-an, tahun 90-an hingga awal tahun 2000-an. Cerita di setiap malam Minggu, Pasar VII, simpang jodoh selalu ràmai sebagai tempat singgah muda-mudi mengendarai sepeda melintas dari Jalan Besar Desa Tembung-Batangkuis.
Kala itu, Pasar VII, simpang jodoh, kerap jadi tempat pertemuan bagi kalangan muda-mudi. Mungkin untuk memadu kasih dengan sang idola pujaan. Sembari bercanda, bersenda gurau, lalu menikmati rujak yang terkenal lezat cita rasanya. Atau minum es campur dan duduk di meja papan tempat orang berjualan.
Uniknya, hanya di setiap malam Minggu saja mudà-mudi itu ramai, datang ke Pasar VII, simpang jodoh dengan sepeda.
Di hari biasa. Seperti di pagi hari, sore hingga hari menjelang Maghrib. Pemandangan orang beriringan, ramai-ramai bersepeda melintas dari jalan Besar Desa Tembung- Batangkuis menuju jalan Letda Sujono, begitu pula sebaliknya, terkesan tiada habisnya.
Bersepeda beramai-ramai beriringan mengayuh pedal dengan tujuan masing-masing. Seperti bekerja ke Kota Medan. Ketika pulang bekerja dari Kota Medan menuju ke rumah.
Pengendara sepeda terdiri dari orang tua, anak-anak dan kaula muda. Jenis sepeda yang dipakai bervariasi. Seperti sepeda onthel, BMX dan lainnya. Selain cerita itu. Cerita Orangtua yang mengantar dan menjemput anak-anaknya bersekolah dan mengaji dengan menggunakan sepeda, pun terdengar.
“Sewaktu saya masih SD. Orangtua saya. Setiap hari naik sepeda mengantarkan saya ke sekolah dan mengaji Madrasah ke Tembung,” ujar Ida Nasution, wanita berusia setengah abad lebih warga Desa Tembung itu, mengenang masa lalunya dengan sepeda.
Sekarang ini, tegas Ida, jarang sekali orang bersepeda melintas di jalan Besar Desa Tembung. “Rata-rata naik sepedamotor,” tegasnya lagi
Mulai di 2012 lalu, papar Syahril, supir angkot trayek Pusat Pasar-Batangkuis, orang naik sepeda berangsur-angsur tak nampak lagi di jalan Besar Desa Tembung.
Komentar Syahril ada benarnya juga. Dan, akhirnya di 2004 ini. Cerita dan pemandangan tentang orang Tembung berkendara, mengayuh, menggowes sepeda sudah langka dan sama sekali jarang terlihat di jalan Besar itu.
Di Jalan Besar Desa Tembung-Batangkuis, pengendara sepeda motor, supir angkot, pengendara mobil pribadi, ramai melintas. “Sekarang ini. Kita lihat jarang dan langka lah orang bersepeda di Tembung,” jelas Syahril. (Fajaruddin Adàm Batubara)