MEDAN, PILAR MERDEKA – Pemandangan indah, menarik, eksotisĀ nan mempesona, kerap kali dilabelkan pada kondisi alam yang cenderung masih natural, seperti perbukitan, pegunungan, danau dan/atau pantai. Tapi tak salah juga bila lebel-lebel pemandangan alam natural itu dipinjam untuk menggambarkan situasi dan kondisi perkotaan saat menatapnya dari suatu ketinggian tertentu.
Nina (37), warga Medan Tembung, bercerita pengalaman singkat ketika menginap bersama suami-Mons di Kamar 595 Grand Inna Hotel, Jalan Balai Kota, daerah Kesawan, Medan Barat, Kota Medan, Rabu (19/2/2025).
Sebelum adzan Magrib berkumandang di wilayah Kota Medan, Nina perlahan menggeser gorden sambil melongok ke luar dari posisi lantai 5 ruang kamar hotel. Tentu berbeda, melihat kondisi Kota Medan sekitar hotel dari ketinggian kurang lebih 30 meter dengan melihat langsung pada posisi berada di jalan. Artinya, tampak perbandingan dan mungkin tiap orang visi pandangnya berbeda.
Di senja itu, yang pasti bagi Nina ada kenikmatan tersendiri menatap ragam bangunan dari ketinggian lantai 5 hotel, gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi bak pencakar langit, berdampingan dengan bangunan bersejarah di sekitarnya dan hiruk pikuk padat kendaraan berjalan bagaikan kura-kura mengitari Lapangan Merdeka dan Jalan Balai Kota.
Gedung-gedung di sekitarnya yang terlihat kasat mata, Center Point, Vihara, Bank Mandiri, RS Murni Teguh, Kantor Pos/Posh Blok dan lainnya. Posisi Grand Inna Hotel termasuk di pusat Kota Medan atau sekitar 50-100 meter di depan Grand Inna Hotel adalahĀ Lapangan Merdeka, titik pusat Kota Medan.
Selepas makan malam, kembali ke posisi geser gorden, kembali mengarahkan pandangan ke luar kamar, terlihat pernak pernik kilauan lampu kendaraan di jalan, lampu penerang jalan, lampu di gedung-gedung dan terlihat di kejauhan lampu di Stasiun Kereta Api Medan yang sedikit terhalang besar dan rindangnya pohon asam di pinggiran Lapangan Merdeka.
Seiring malam menjelang, tak terasa mata merasa lelah, tampak jalan di sekitar hotel mulai lengang, lalu lalang kendaraan jauh berkurang dibandingkan di senja hari, dan para pejalan kaki pun bisa dihitungĀ tak sebanyak jari tangan. Setelah memvideokan dan mengambil gambar di di sekitar luar hotel, akhirnya mata tak bisa diajak kompromi, langsung merebahkan diri kasur empuk hotel.
Suasana senja, malam berganti pagi. Memasuki sholat subuh, jendela sengaja dibuka lebar, dinginnya pagi merasuk terasa menyentuh. Di luar terlihat masih sepi, ada satu dua kendaraan melintas dan tak terlihat pejalan kaki. Gedung-gedung di sekitarnya seakan ikut terlelap tidur senyap.
Mungkin bagi Nina, menginap di Grand Inna Hotel yang berlokasi di jantung Kota Medan merupakan pengalaman pertama yang tak terlupakan. “Kalau hotel lain di daerah Kota Medan, sudah pernah saya kunjungi,” katanya.
Namun, Grand Inna Hotel yang bergaya kolonial ini meninggalkan kesan tersendiri bagi Nina. Sebelumnya, hotel ini dikenal sebagai Dharma Deli atau De Boer, sebuah gedung peninggalan kolonial yang sarat dengan sejarah.
Meskipun bukan di lokasi pemandangan alam yang natural, menurut Nina menatap kawasan yang penuh gedung dan keramaian kota dari lantai 5 atau ketinggian tertentu, bisa saja seseorang itu mendapatkan suatu suasana yang indah, mempesona dan bahkan menarik dalam sudut pandang berbeda.
Katanya, tergantung suasana hati. Singkat kata, melepas pandang ke luar Grand Inna HotelĀ dalam tiga suasana berbeda, cukup berkesan. Di kala suasana senja, menjelang malam dan suasana pagi sebelum subuh, kawasan “Jantung” Kota Medan terlihat indah dan mempesona, paling tidak, bisa memanjakan dan memberikan “gizi” mata dari kejenuhan meskipun hanya semalam. (Monang Sitohang)