JAKARTA, PILAR MERDEKA – Journalist Club (JC) mendorong pemerintah hari ini untuk menetapkan status bencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Sumatera sebagai bencana nasional.
Keputusan tersebut dinilai krusial untuk mempercepat penyelamatan korban, pencarian korban hilang, pemerataan distribusi bantuan, rehabilitasi infrastruktur, dan pemulihan ekonomi masyarakat terdampak bencana hidrometeorologi tersebut.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memperbarui total korban banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat melalui Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatera Tahun 2025. Hingga Jumat (5/12) kemarin tercatat korban meninggal mencapai 836 jiwa dan 509 lainnya hilang.
BNPB juga mencatat jumlah kerusakan pada rumah-rumah warga dan sejumlah fasilitas yang terdampak. Sebanyak 10.500 rumah rusak, 51 kabupaten terdampak, 536 fasilitas umum rusak, 25 fasilitas kesehatan rusak, 326 fasilitas pendidikan rusak, 185 rumah ibadah rusak, 115 gedung/kantor rusak, dan 295 jembatan rusak.
Bencana ini telah menyebabkan warga masyarakat menderita di sejumlah provinsi tersebut karena menyebabkan banyak desa terendam, jalur logistik terputus, dan ratusan ribu warga mengungsi.

Juru Bicara Presidium Journalist Club Boy Iskandar asal Aceh mengatakan, status bencana nasional perlu ditetapkan karena:
- Skala korban dan kebutuhan darurat melebihi kapasitas daerah. Data resmi dan lapangan menunjukkan jumlah korban, hilang, dan pengungsi yang massif, mengharuskan mobilisasi sumber daya lintas-instansi yang terkoordinasi di tingkat nasional.
- Percepatan akses anggaran dan bantuan logistik. Penetapan status nasional membuka mekanisme pembiayaan darurat, memudahkan alokasi APBN/instansi terkait, serta mempercepat penggunaan aset negara (TNI/Polri, SAR nasional, alat berat) untuk pencarian dan pemulihan bencana.
- Koordinasi pemulihan jangka menengah-panjang. Status nasional memungkinkan perencanaan rehabilitasi terpadu, termasuk rekonstruksi infrastruktur kritis, penanganan sumber mata pencaharian, dan program mitigasi untuk mencegah bencana berulang.
JC menyoroti bahwa peristiwa ini dipicu kombinasi hujan ekstrem dan kerusakan ekosistem hulu sehingga perlunya pendekatan sektoral terpadu. JC meminta langkah-langkah berikut disampaikan kepada Presiden dan Menteri terkait:
- Segera tetapkan status bencana nasional untuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat minimal selama fase darurat (search dan rescue, tanggap darurat, dan awal rehabilitasi). Keputusan ini harus diumumkan publik dan disertai rencana operasional.
- Alokasikan dana cadangan nasional dan percepat pencairan bantuan melalui mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan dan transparan; aktifkan fasilitas logistik nasional agar distribusi bahan pokok, obat, dan tenda cepat sampai ke titik-titik kritis.
- Mobilisasi kekuatan SAR nasional, TNI, Polri, dan relawan terlatih untuk mempercepat evakuasi dan pencarian korban yang masih hilang.
- Buka akses kerjasama internasional dan bantuan teknis untuk kebutuhan medis, rekonstruksi infrastruktur, serta pemulihan ekonomi lokal, dengan syarat koordinasi nasional agar bantuan terintegrasi.
- Susun rencana pemulihan berkelanjutan (recovery plan) yang mencakup mitigasi risiko: rehabilitasi hulu DAS, penanaman kembali (reboisasi), pengaturan kembali izin penggunaan lahan di daerah rawan longsor, serta program pemulihan mata pencaharian bagi nelayan dan petani.
“Ratusan nyawa telah hilang dan mata pencaharian terguncang. Menetapkan bencana nasional bukan sekadar simbol, melainkan kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan hidup dan mempercepat pemulihan. Pemerintah harus bertindak cepat, transparan, dan terkoordinasi,” pungkas Boy Iskandar, Juru Bicara Presidium Journalist Club. (Roel)

