PILAR MERDEKA – Banyak yang masih belum mengetahui, jika Sumatera Barat menyimpan pesona desa tradisional, seperti Nagari Pariangan. Desa tradisional Nagari Pariangan ini masih mempertahankan warisan nenek moyang.
Dari bentuk bangunan, adat istiadat, hingga struktur persawahan Nagari Pariangan masih sama dengan ratusan tahun lalu.
Nagari Pariangan sampai dinobatkan salah satu desa tercantik di dunia oleh Travel Budget, media pariwisata Amerika Serikat.
Rumah bergaya tradisional
Desa Nagari Pariangan berada di kaki Gunung Marapi, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Lokasinya di ketinggian 500-700 mdpl. Udaranya sangat dingin, kadang di pagi hari masih berkabut.
Jaraknya sekitar 95 kilometer dari kota Padang atau 35 kilometer dari Bukittinggi. Untuk mencapai Nagari Pariangan ada bus antar kota atau dengan kendaraan umum.
Perjalanannya berkelok-kelok melewati hamparan tebing dan sawah terasering. Masyarakat desanya masih mempertahankan bangunan rumah tradisional mereka.
Rumah penduduk dibangun bertingkat-tingkat dan mengikuti pola lereng gunung. Bangunan rumah dibangun dengan cara tradisional yang tidak menggunakan paku sama sekali.
Atapnya model rucing atau atap gonjong dan sebagian rumahnya dihiasi motif-motif khas Minang.
Nenek moyang orang Minangkabau
Desa Nagari Pariangan dipercaya tempat turunnya nenek moyang orang Minangkabau.
Dari cerita yang disampaikan turun temurun, dikisahkan tentang Raja Iskandar Zulkarnain dari Macedonia.
Diyakini ia merupakan nenek moyang masyarakat Minangkabau. Awalnya, Raja Iskandar Zulkarnain melakukan ekspansi dan berlayar ke daratan Cina.
Karena tidak cocok, ia melanjutkan pelayaran ke Maharajadiraja dan mendarat di Gunung Marapi.
Setelah itu, ia membuka lahan di Padang Panjang Pariangan.
Desa ini juga dianggap sebagai desa pertanian paling tua di Minangkabau.
Peninggalan bersejarah
Selain suasana desa tradisional, penunjung bisa mempelajari peninggalan bersejarah. Seperti Batu Lantak Tigo yang merupakan prasasti peninggalan Raja Adityawarman.
Ada pula Kuburan Panjang Datuk Tantejo Gurhano, leluhur masyarakat Minang. Di sini juga terdapat Sawah Gadang Satampang Baniah yang merupakan sawah pertanian pertama.
Lahan sawah yang dibuka Datuk Tantejo Garhano ini sudah menjadi cagar budaya.
Di sekitar desa, terdapat tempat wisata seperti masjid tua yang didirikan pada awal abad 19. Bisa trekking ke Air Terjun Batang Bangkaweh, tempat pemandian umum dengan air panas.
Ataupun menikmati kuliner khas setempat, seperti sate padeh dan dakak dakak (sejenis keripik dari terigu). (*/Mons)