MEDAN, PILAR MERDEKA – Destinasi wisata Bukit Cinta terletak di Desa Janjimartahan, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir. Persisnya, lokasi atau posisi Bukit Cinta berada kurang lebih tiga kilometer setalah Bukit Sibea bea dan tiga kilometer sebelum Bukit Holbung di Desa Hariara Pohan, atau Bukit Cinta berada diantara dua bukit yang dalam beberapa tahun terakhir mulai dikenal masyarakat luas sebagai tujuan wisata alam di pinggiran Danau Toba.
Belum lama ini, Bukit Cinta viral di medsos. Maaf, viral kali ini bukan karena memiliki daya tarik eksotik sebagai objek wisata, tetapi karena petugas parkir disana dituding pungli alias melakukan pungutan liar. Sebab seorang pengunjung merasa terkaget dikenakan retribusi parkir Rp. 30 ribu per jenis mobil pribadi.
Parkir Rp. 30 ribu pun dibayar. Kalau sudah begitu, suasana hati siapa saja bisa kurang nyaman, dan ingin cepat pulang. Panorama alam Bukit Cinta dan sekitarnya yang kata orang cukup mengesankan itu, telah tercederai masalah uang parkir. Tersulut emosi, akhirnya di-viral kan lewat medsos.
Diduga bukan itu saja yang menyulut si pengunjung kesal. Kemungkinan masalah komunikasi yang kurang santun oleh petugas parkir. Contohnya, saat si pengunjung pertanyakan biaya parkir mencapai Rp. 30 ribu, petugas parkir menjawab ketus,”cuma tiga puluh ribunya kak”. Atau petugas tidak menjelaskan secara baik dan terperinci.

Sehingga pengunjung yang merasa berperan mempromosikan/mem-viralkan Bukit Cinta menggunakan drone lewat medsos tersebut, kelihatannya tak terima dengan perangai petugas parkir yang bergaya bicara agak ngotot.
Kemungkinannya parkir dibayar, terlihat dan kedengaran si pengunjung meminta Rp. 30 ribu kepada orang yang berada di dalam mobil. Dimana sebelumnya, wanita si pengunjung “debat kusir” dengan pria petugas parkir di lokasi.
Kalau sudah begitu, siapapun bisa saja merasa kurangan nyaman dan ingin cepat meninggalkan Bukit Cinta. Kata orang yang pernah kesana, spot untuk berswafoto cukup ideal dan mengesankan dengan panorama alam original yang mengitari Bukit Cinta.
Di sebelah barat Bukit Cinta terlihat Bukit Sibea bea, di selatan perbukitan, di bagian timur Bukit Holbung dan sebelah utara bentangan Danau Toba arah Pangururan. Dan salah satu momen yang mengesankan bagi para pengunjung Bukit Cinta adalah saat menyaksikan sunrise dan sunset.

Menanggapi isu pungli yang dl-viral kan lewat medsos oleh salah seorang pengunjung, Gembira Pasaribu selaku pengelola Bukit Cinta secara tegas menepis tudingan pungli (pungutan liar) tersebut. Pungli berarti menarik uang retribusi melebihi atau diatas retribusi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir.
Gembira menjelaskan, tarif parkir bukan kemauan pengelola saja, tapi telah dibahas bersama Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir, Staf Kecamatan Harian Boho, Kepala Desa Janjimartahan dan Pengelola Bukit Cinta.
Tarif parkir untuk sepeda motor Rp.10 ribu, mobil pribadi/minibus Rp.30 ribu dan mobil Hiace serta sejenisnya Rp.50 ribu. Besaran tarif parkir itu sudah meliputi biaya masuk, sehingga tidak ada lagi biaya tambahan untuk per orang.
Menurut putra kelahiran Janjimartahan itu, dari tarif parkir yang dipungut, sebagian dikelola untuk menjaga kebersihan, merawat tempat sebagai tujuan wisata, juga menjaga kenyamanan, dan sebagian dari tarif parkir tersebut buat operasional pihak pengelola.
Bukan itu saja, pihak pengelola Bukit Cinta juga telah membayar pajak kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) selama dua bulan ini. Artinya, pemberlakuan tarif parkir itu resmi disetujui Pemkab setempat. “Jadi dimana letak punglinya,”tanya Gembira melalui WhatsApp, Selasa (25/3/2025).
Ia berharap penyebaran isu pungli tersebut tidak menjadi image negatif di kalangan masyarakat luas. Kata Gembira, kalau memang ada sikap dan/atau perilaku pihaknya yang kurang berkenan bagi para pengunjung, pengelola Bukit Cinta memohon maaf. Lebih dari itu, pengelola juga siap dikritik, menerima saran dan masukan. “Jadi janganlah menyebar isu yang tidak pasti, sebab sangat merugikan orang lain,”tandas Gembira.
Wisata Alam Milik Bersama

Dr. Hery Buha Manalu, S.Sos, M.Msi, Dosen Pasca Sarjana STT Paulus Medan, Pemerhati Budaya, Lingkungan & Pariwisata, menuturkan bahwa mem-viralkan hal-hal yang bernada negatif atau bernada miring sebaiknya harus berhati-hati, apalagi menyangkut destinasi wisata. Sebab, sekali tercoreng akan sangat berdampak dan berakibat terhadap destinasi wisata tersebut. Dampaknya, destinasi wisata sepi pengunjung dan akibatnya merugikan banyak pihak.
Lanjut Hery, jika ingin memajukan dan mengembangkan potensi-potensi tujuan wisata di bumi Indonesia, tak terkecuali tujuan wisata apa saja, tapi khususnya potensi wisata alam, kita harus satukan persepsi, persepsi rasa memiliki dan semangat bahwa “wisata alam adalah milik bersama”. Terlepas wisata alam itu berada dimana saja. Alasannya, wisata alam itu sebuah karunia Sang Pencipta yang tiada tara. “Beruntunglah suatu daerah yang memiliki wisata alam,”kata Hery, Kamis (27/03/2025).
Potensi wisata alam punya nilai jual fantastis tersendiri. Sebagus apapun panorama alam di tempat wisata tanpa dikelola dengan baik, maka nilai jualnya biasa-biasa saja atau tidak memiliki nilai saing yang tinggi satu sama lainnya. Maksudnya, bagaimana caranya agar potensi suatu wisata alam mampu “menghipnotis” para wisatawan, terlebih wisatawan mancanegara (wisman).
Unsur SDM (sumber daya manusia) berperan penting dalam pengelolaan sumber daya alam potensi wisata, terutama SDM lokal. Kebanyakan SDM di sebagian daerah tujuan wisata alam di Sumatera Utara tidak memiliki keterampilan/kecakapan dalam menghadapi dan melayani para wisatawan/pengunjung.
Contohnya, baru-baru ini terjadi di lokasi wisata Bukit Cinta di Desa Janjimartahan, Harian Boho, Samosir, viral isu pungli. Miris mendengarnya, karena masalah sepele bisa berdampak kurang baik terhadap wisata alam Bukit Cinta.
Sebenarnya, kejadian itu hanya miskomunikasi saja. Seorang wisatawan agak kaget diminta uang parkir Rp.30 ribu. Mungkin uang parkir itu terlalu besar baginya dibandingkan di tempat wisata lain, dan ia pertanyakan kepada juru parkir. Sementara si juru parkir kurang terampil atau kurang cakap menyikapi pertanyaan si pengunjung tersebut.
Kata Hery, kalau saja juru parkir menyampaikan rincian uang parkir tiga puluh ribu rupiah itu untuk apa saja, bahkan pengelola sudah bayar pajak ke BPKPD Samosir, mungkin kejadian itu tidak sampai di-viralkan oleh si pengunjung. “Tapi, alangkah eloknya kejadian itu tidak di-viralkan,”harap Hery.
Penyuluhan dan Pelatihan
Belajar dari kejadian di Bukit Cinta tersebut dan agar tidak terulang kembali di masa datang, Pemkab Samosir, khususnya Dinas Pariwisata harus punya tanggungjawab moral dalam pengelolaan destinasi wisata di seluruh kawasan Samosir.
Hery menyarankan, ke depan, Dinas Pariwisata Samosir bekerjasama dengan instansi terkait, seperti pihak kecamatan, desa dan warga lokal untuk melakukan kegiatan berkala berupa penyuluhan dan pelatihan-pelatihan terkait kepariwisataan kepada warga masyarakat sebagai tenaga-tenaga garda terdepan menghadapi para turis baik turis dalam negeri maupun manca negara.
Beberapa unsur penting yang harus mendapatkan pelatihan antara lain, pengelola lokasi, turunannya juru parkir, pedagang dan guide kalau ada. Sebab unsur-unsur itu yang berhadapan langsung dengan para turis atau wisatawan.
Materi pelatihan berupa, tata krama, tata cara berkomunikasi yang baik, sopan, santun dan bagaimana cara menghandle jika terjadi komplain dari tamu/pengunjung. Selain itu, pembelajaran teori dan praktek yang bisa menambah wawasan bagi unsur-unsur pengelola tempat wisata alam. “Pelatihan itu, perlahan bisa menjadikan tenaga-tenaga pengelola tempat wisata alam, tenaga yang profesional,”kata Hery.
Ia menambahkan, bila destinasi wisata alam maju dan berkembang di suatu daerah, pastilah akan mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah) di daerah itu sendiri. Dan perekonomian warga lokal berubah lebih dinamis. “Semoga isu pungli yang menuai viral tak terulang,”sebut Sang Dosen. (Monang Sitohang)