MEDAN, PILAR MERDEKA – Toge merupakan sejenis sayuran yang tumbuh dengan proses perkecambahan dari biji kacang hijau. Umumnya, toge dikonsumsi untuk campuran bahan urap, pecal dan ketoprak.
Dalam hal ini sebutan kata toge bukanlah menceritakan toge sebagai jenis sayuran sebagaimana anggapan banyak orang. Tapi, toge yang dimaksudkan kali ini adalah jenis makanan ringan atau bukan makanan pokok yang dikonsumsi di luar waktu makan, bisa sebelum atau setelah makan. Yang pasti, toge jenis sayuran mutlak berbeda dengan bahan toge jenis makanan ringan yang juga bisa disebut penganan atau kudapan.
Penganan toge adalah asupan khas bagi masyarakat Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Bahan-bahannya meliputi cendol, cenil, lupis, ketan (pulut) hitam plus putih dan tape yang dimasukkan dalam satu wadah, kemudian ditambahkan santan dan gula aren yang sudah matang sebagai kuahnya.
Bahan mentahnya dominan ketan kecuali cendol berbahan tepung beras. Seperti cenil, lupis dan tape berbahan ketan murni, ketan putih dan putih. Kuah toge juga harus berbahan murni baik santan kelapa maupun gula arennya. Sebab, bila bahan-bahannya ‘kawe’ alias tidak murni pasti khas rasa berbeda.
Pada siang hari apalagi di terik matahari, biasanya pengkonsumsi toge mencampurnya es. Seketika pelepas dahaga, dan sesaat perut bisa terganjal oleh bahan makanan pada toge.
Toge Penyabungan Wak Dolah
Penganan-penganan khas di suatu daerah sangatlah jarang dijumpai atau dijajakan di hari biasa selain di Bulan Ramadhan, salah satunya penganan toge Penyabungan. Pada tiap Bulan Ramadhan, tampak semlah waga semarak menjajakan penganan berbuka puasa khas Penyabungan tersebut, seorang diantaranya adalah Wak Dolah.
Wak Dolah berjualan persis di depan pagar Masjid Juang 45, Jalan H.M Yamin, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan. Di bawah satu tenda, berdiri satu meja yang diatasnya terlihat perkakas/peralatan dan bahan-bahan toge tersusun rapi. Dan sepanjang kaki meja terpampang banner bertuliskan, Toge Penyabungan Wak Dolah.
Sejak 1950-an, Wak Dolah Lubis bersama istri Boru Nasution sudah berjualan toge. Generasi berikutnya, putri Wak Dolah. Kini, toge Penyabungan yang dirintis Wak Dolah itu memasuki generasi ketiga-cucu, yakni Faisal anak dari putri Wak Dolah yang meninggal dunia pada Oktober 2023 dalam usia 96 tahun.
Di kala itu, Wak Dolah adalah pertama dan satu-satunya penjual toge Penyabungan di daerah Serdang, depan Masjid Juang 45, kini Jalan H.M Yamin, Medan Perjuangan. Dahulu, lokasi itu dikenal Taman Tugu Juang 45, masih stasiun bus.
Sumiati, istri Faisal menjelaskan, kakek dan nenek suaminya-lah yang pertama berjualan toge khas penyabungan di Jalan Serdang. Kata ibu mertua Suamiati, “dulu orang tahu di depan Taman 45 yang berjualan toge Penyabungan satu-satunya adalah ayah-ibundanya, Wak Dolah-istri,”.
“Taman 45, kata ibu mertua saat itu masih stasiun bus (terminal bus-red), tapi lupa nama stasiunnya,” kenang Sumiati, ibu dari tiga putra-putri tersebut.
Menurut Sumiati, cara meracik dan resep toge Penyabungan tidak berubah dan tidak dikurangi dari generasi ke generasi. Dan salah satu ciri toge Wak Dolah, bukan saja cita rasanya, tapi pengikat bungkusnya hingga sekarang masih memakai pelepah pisang kering, bukan karet.
Di zaman Wak Dolah, toge Penyabungan dijajakan hanya tiap Bulan Ramadhan saja. Namun seiring waktu, pelanggan semakin bertambah. Pelanggan seakan menuntut agar keluarga Wak Dolah berjualan toge Penyabungan jangan di Bulan Ramadhan saja. Atas permintaan pelanggan itulah dicoba berjualan di luar bulan puasa, dan lokasinya masih tetap bertahan lebih dari 50 tahun.
Mempertahankan kualitas rasa menjadi perhatian utama sebagaimana pesan ibunda Faisal. “Jangan dirubah-rubah rasanya, gula harus asli (gula aren-red), santan dan lain-lainnya,” cerita Sumiati mencontohkan ucapan ibu mertua. Lanjutnya, kunci menjaga kualitas rasa terletak pada keaslian bahan-bahanya.
Harga toge Penyabungan Rp.15 ribu per porsi, isinya, cenil, cendol, lupis, ketan hitam, tape ketan, ditambah santan dan gula aren. Sedangkan kalau cuma cendol, santan dan gula aren saja, Rp.10 ribu per porsi. Di hari puasa ini, penjualan bisa laku mencapai 150-200 porsi, kecuali hujan penjualan berkurang. Kalau bukan bulan puasa, peminatnya juga berkurang. “Di hari biasa yang jualan suami saya,”cetus Ati sapaan akrab sumiati.
Nama “toge” boleh sama tapi bahan, bentuk dan rasa tidak ada samanya atau berjarak ibarat langit dengan bumi. Itulah toge kecambah kacang hijau dengan toge Penyabungan. (Monang Sitohang)