BerandaHukumPerseteruan Petani di Dairi, Jaksa Pilih Restoratif Justice

Perseteruan Petani di Dairi, Jaksa Pilih Restoratif Justice

MEDAN, PILAR MERDEKA – Restoratif Justice kembali menjadi jalan damai dalam penyelesaian perkara penganiayaan di Kabupaten Dairi. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu), Dr. Harli Siregar, SH., M.Hum, secara resmi memutuskan penyelesaian perkara tersebut melalui mekanisme keadilan restoratif.

Restoratif Justice diputuskan setelah Kajatisu menerima ekspose dan pemaparan dari tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Dairi. Ekspose dilakukan secara daring dari ruang rapat lantai II Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).

Kajatisu memimpin langsung jalannya ekspose perkara. Ia didampingi oleh Aspidum Jurist Precisely, SH., MH, serta para Kepala Seksi pada Bidang Pidana Umum Kejatisu.

Perkara penganiayaan ini terjadi pada Rabu, 2 Juli 2025, sekitar Jam 14.00 WIB. Lokasi kejadian berada di ladang pertanian Desa Sungai Raya, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Jaksa
Dua petani bertikai berujung proses hukum, Jaksa selesaikan perkaranya dengan Restoratif Justice. (Foto. Istimewa)

Saat itu, tersangka Buhalan Situmorang alias Buha Situmorang sedang membabat rumput di ladangnya. Emosi tersulut setelah ia dipukul oleh Rusti Sihombing, yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam berkas terpisah.

Karena tidak mampu menahan amarah, Buhalan membalas pukulan tersebut. Pertikaian singkat itu berujung saling lapor ke aparat penegak hukum. Keduanya kemudian diproses dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Namun, seiring berjalannya proses hukum, Restoratif Justice menjadi jalan keluar yang dipilih. Kedua tersangka sepakat berdamai tanpa syarat. Mereka berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa di kemudian hari.

Fakta lain yang menjadi pertimbangan utama adalah hubungan sosial keduanya. Mereka telah lama saling mengenal sebagai tetangga dengan batas ladang yang bersebelahan. Kondisi itu membuat mereka hampir setiap hari harus bertemu dalam aktivitas pertanian.

Melalui peran tokoh masyarakat setempat, kedua belah pihak mengajukan permohonan penerapan Restoratif Justice. Perdamaian tersebut lahir dari kesadaran bersama, bukan paksaan.

BACA JUGA  Kalapas Pancur Batu: Dharmapala Nusantara Punya Niat Mulia

Setelah keputusan Restoratif Justice diambil, hubungan keduanya kembali pulih. Komunikasi terjalin kembali. Aktivitas bertani berjalan normal. Ketegangan yang sempat memecah keharmonisan desa kini sirna.

“Kearifan lokal terjaga, konflik di masyarakat dihapuskan,” ujar Kajatisu Dr. Harli Siregar. Menurutnya, penyelesaian ini memberi ruang bagi masyarakat untuk hidup damai tanpa mengabaikan nilai keadilan.

Sementara itu, Plh Kasi Penkum Kejatisu, Indra Hasibuan, SH., MH, menyampaikan secara terpisah melalui pesan WhatsApp bahwa perdamaian ini telah memenuhi seluruh syarat hukum.

Ia menegaskan, penerapan Restoratif Justice mengacu pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Perdamaian kedua orang ini sudah sangat tepat. Mereka layak dipersatukan kembali demi menyambung silaturahmi yang sempat terganggu,” kata Indra Hasibuan.

Indra Hasibuan menambahkan, kebijkan ini sejalan dengan arah pimpinan Kejaksaan, penerapan Restoratif Justice sebagai wujud penegakan hukum modern dan humanis tanpa menghilangkan esensi penegakan hukum positif.

Kasus ini menjadi bukti bahwa hukum tidak selalu berakhir dengan hukuman. Dalam situasi tertentu, keadilan yang memulihkan justru mampu menyembuhkan luka, menjaga harmoni, dan mengembalikan rasa kemanusiaan di tengah masyarakat. (Mons)

Google

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

- Advertisment -

DAERAH