Oleh Nasrul Sitohang
Di hari itu, Minggu (06/07), langit diĀ atas Kabupaten SamosirĀ (Kab. Samosir) mengisyaratkan tanda-tanda cuaca carah-bersahabat. Alam sekitarnya seakan tahu, si Tuan Rumah, Pemkab Samosir sedang punya hajat eksklusif, yaitu acara serah-terima aset Pemprovsu berupa tanah dan bangunan Rumah Pesanggrahan Pangururan.
Harapan penyerahan aset itu, sudah dinanti selama 21 tahun. Masyarakat lokal, dan terlebih Pemkab Samosir, tentulah merasa berbahagia, dan saling berbalas senyum ceria. Namun, di tengah penyerahan aset itu, mungkin saja “terselip pilu” di hati seseorang yang tak disengaja?
Seremonial serah-terima aset tersebut, oleh Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) M. Bobby Afif Nasution-Bobby Nasution kepada Bupati Kab. Samosir Vandiko Timotius Gultom, S.T berlangsung di Rumah Pesanggrahan yang akan dan telahĀ diperuntukkan menjadi Rumah Dinas (Rumdis) Bupati.
Bukan berlebihan, kalaupun dalam acara seremonial bersejarah itu, suasana terlihat seakan euporia, saling terlepas tawa, merasa puas, senang dan gembira. Padahal itu hanyalah luapan dan ungkapan rasa bahagia, sebab harapan mendapatkan Rumah Pesanggrahan Pangururan yang telah dinantikan selama lebih dua puluh tahun akhirnya terkabul.
Momen peristiwa itu, patutlah dicatatkan dalam proses perjalanan sejarah keberadaan Kab. Samosir. Dimana Rumdis Bupati berasal dari aset Pemprovsu, dan sebelumnya asal mula tanah milik keturunan Naibaho Siagian. Apa dan bagaimana bisa hingga terlaksananya serah-terima aset tersebut, pasti menjadi lembaran warisan sejarah yang tak ternilai.

Sejumlah pejabat teras, para tokoh dan masyarakat lainnya turut hadir di acara seremonial tersebut. Semua akan menjadi pelaku sejarah, walaupun sebagian tak tercatat dalam lembaran sejarah lokal. Positif dan pastinya, mereka akan menjadi saksi sejarah yang bisa menginspirasi bagi generasi mendatang. “Tak mudah mendapatkan Rumdis Bupati Kab. Samosir, 21 tahun dalam penantian.”
Tak terbantahkan, dua tokoh muda pemimpin daerah, gubernur bersama bupati telah menorehkan sejarah baru. Muncul pertanyaan yang tak butuh jawaban. Apakah memang harus disaat keduanya menjabat maka serah-terima aset bisa terlaksana, apakah kebetulan saja dan/atau memang kehendak takdir suratan tangan. Yang jelas, peristiwa itu takkan terulang dua kali pada objek dan orang/pelaku yang sama.
Resmi Bukan Pinjam
Kini, Bupati Kab. Samosir punya Rumdis. Diperoleh dari hasil penyerahan aset Pemprovsu kepada Pemkab. Samosir. Hal itu, patut dicatatkan sebagai sejarah baru, lebih dari itu juga patut dibanggakan dan diaminkan. Namun kurang hikmat. Sebab, dalam acara seremonial bersejarah tersebut, terlihat ada yang “tertinggal kan”. Ya, sosok seseorang yang tak terpisahkan dari lembaran awal sejarah Pemkab. Samosir.
Sosok itu adalah Dr. Wilmar Simanjorang, Dipl. EC, M.Si, lelaki kelahiran Sianjur Mulamula pada 71 tahun silam. Ia penjabat Bupati Kab. Samosir yang ditetapkan oleh Presiden RI pada 2003. Sungguh tidak menyangka, sebagian masyarakat Samosir-pun terperangah heran Wilmar Simanjorang menjadi Penjabat Bupati.
Bahkan terjadi pro-kontra, ada pihak/kelompok yang tidak puas hingga protes. Pelantikan Wilmar Simanjorang yang seharusnya dijadwalkan akhir 2003, diundur dan resmi dilantik menjadi Penjabat Bupati di pertengahan Januari 2004, dan berakhir.pada September 2005.
Setelah tertunda di Desember 2003 dan sebelum pelantikan Januari 2004, Ia diminta menemui Gubsu Tengku Rizal Nurdin. Di ruang kerjanya, Gubsu menceritakan bahwa ada orang/pihak yang keberatan bila Wilmar Simanjorang dilantik sesuai jadwal semula.
Meskipun tertunda, Gubsu Jenderal Bintang Dua itu, berjanji tetap melantik Wilmar Simanjorang, tetapi disertai syarat agar Wilmar Simanjorang berkenan membubuhkan tanda tangan di secarik kertas. Inti isi pernyataan, Wilmar Simanjorang menyatakan tidak akan mencalonkan diri dalam Pilkada serentak pada 2005.
Pernyataan janji Wilmar Simanjorang tersebut, bertujuan akan ditunjukkan oleh Gubsu Tengku Rizal Nurdin kepada orang/pihak yang keberatan. “Begitulah solusi dan strategi Pak Rizal Nurdin, supaya saya tetap dilantik walaupun sempat tertunda,”kenang Wilmar Simanjorang.
Sebenarnya, bagi Wilmar Simanjorang tipis harapan bisa ditetapkan sebagai Penjabat Bupati. Sebab, kalau tidak salah, empat rivalnya boleh dibilang lebih mapan dan lebih siap dibandingkan dirinya yang hanya berlatar belakang ASN Kementerian Perindustrian, dan sebatas pengalaman perencanaan pembangunan. Namun takdir berkehendak lain, tanpa “loby-loby dan backing” Wilmar Simanjorang bisa ditetapkan Penjabat Bupati.
Dalam kesempatan lain atau masih di akhir Desember 2003, Wilmar Simanjorang kembali bertemu Gubsu Tengku Rizal Nurdin di kantornya. Kesempatan itu dimanfaatkan untuk meminta saran, petunjuk dan beberapa permintaan lain. Diantaranya, ia memohon kepada Gubsu, “apabila setelah dilantik, Rumah Pesanggrahan Pangururan diizinkan untuk digunakan sebagai Rumdis dan sekalian kantor sementara”.

Kantor Pertama
Rumah Pesanggrahan yang dijadikan Rumdis Bupati Kab. Samosir, punya nilai historis tersendiri, kaya sejarah, ikon Kota Pangururan di zamannya, dan memiliki arsitektur serta gaya rumah Kesultanan Melayu berpadu dengan ornamen-ornamen khas lokal. Di zaman Kolonial, Rumah Pesanggrahan digunakan sebagai Kantor Pembantu Bupati Tapanuli Utara Wilayah Samosir.
Kilas balik ke belakang, seiring pemekaran Kab. Samosir dari Kab. Toba berdasarkan UU No.36 Tahun 2003, adalah cikal bakal Rumah Pesanggrahan menjadi Rumdis Bupati, sebelumnya terbengkalai alias tak terawat sebagaimana layaknya pesanggrahan.
Di akhir 2003, atau sebelum pelantikan pada 15 Januari 2004, Dr. Wilmar E. Simanjorang, Dipl. EC, M.Si diminta untuk yang kedua kali menghadap ke Kantor Gubsu, dan bertemu Tengku Rizal Nurdin. Disamping membicarakan seputar pelantikan, Wilmar Simanjorang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyampaikan permohonan dukungan, terutama dukungan sarana – prasarana kantor dan rumah dinas.
Permohonan dikabulkan, Gubsu Rizal Nurdin memberikan izin Rumah Pesanggrahan dijadikan Rumdis dan Kantor Penjabat Bupati. Bukan itu saja, Kantor Lambou Rianiate, bekas bangunan/gedung kehutanan, dan Pariwisata Aek Rangat juga bisa dipergunakan untuk mendukung pemerintahan kabupaten yang baru berdiri.
Wilmar Simanjorang menjelaskan, ia sangat terharu saat itu atas sikap Tengku Rizal Nurdin yang menunjukkan kesungguhan mendukung pemerintahan baru Kab. Samosir. “Saya memperhatikan beberapa kali bertemu Pak Rizal Nurdin, beliau memang sangat mendukung, dan banyak memberikan saran serta petunjuk untuk memulai suatu pemerintahan kabupaten,” ungkap Wilmar Simanjorang belum lama ini.

Usai pelantikan, secara pararel Wilmar Simanjorang membuatkan rencana kerjanya di rumah sendiri sembari menunggu Rumah Pesanggrahan selesai dibersihkan serta dirapikan agar layak menjadi Rumdis dan Kantor Penjabat Bupati. Untuk langkah awal, sebagai Penjabat Bupati, tentu Wilmar Simanjorang tidak melangkah seorang diri, ia menyertakan 50 tenaga senior dari kabupaten induk untuk bergabung agar bersama-sama meletakkan rancang bangun utama sebagai fondasi dasar dalam menjalankan roda pemerintahan baru.
Seiring waktu, Rumdis Penjabat Bupati mulai ditempati, dan merangkap dijadikan kantor. Disanalah kantor pertama bagi Wilmar Simanjorang selaku Penjabat Bupati. Bersama para pejabat senior yang didatangkan dari kabupaten induk, ia merancang, menata program kerja dan merumuskan tata kelola pemerintahan kabupaten baru, ‘ibarat baru merdeka’.
Masa itu, sarana, prasarana pendukung dan keuangan daerah untuk menjalankan birokrasi pemerintahan, masih serba minim. Berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi itulah, Wilmar Simanjorang dan Tim Kerjanya menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah “seramping” mungkin yang efektif.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kab. Samosir saat itu, antara lain 7 dinas, yakni Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Olah Raga, Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Peternakan, Dinas PUPR, Dinas Perhubungan dan Pariwisata, Dinas Perindustrian, Koperasi dan LH, Dinas Pendapatan, Pasar dan Kebersihan, Dinas Kesehatan dan KB. Sedangkan kantor terdiri dari, Kantor Balai Diklat, Pemberdayaan Masyarakat dan Tenaga Kerja serta Kantor Kesbang dan Satpol PP. Sementara, Asisten II dan III digabung.

Paradigma “Samosir Membangun” merupakan ide dan gagasan Wilmar Simanjorang yang menekankan betapa pentingnya berkolaborasi sesama pemangku kepentingan dalam membangun kabupaten. Menurut Wilmar Simanjorang, tak satupun dapat membangun Samosir hanya kekuatan sendiri atau kelompok tanpa bersama-sama dengan pemegang kebijakan.
Di awal bergulirnya Pemkab. Samosir, paradigma “Samosir Membangun” adalah salah satu jurus ampuh fondasi kokoh untuk membangun. Dan ke depan, pembangunan akan lebih mengkristal bila menerapkan prinsip “mission driven” bukan “budget driven”.
Maksudnya, program pembangunan dirancang berdasarkan kebutuhan dan tujuan, bukan berdasarkan anggaran yang tersedia. “Anggaran mengikuti program bukan program mengikuti anggaran”. Paradigma, konsep dan semua program kerja kabupaten baru Samosir kala itu, dirumuskan di Rumah Pesanggrahan, kantor pertama bagi Penjabat Bupati.
Terselip Pilu

Tiap insan tentulah pernah merasakan kecewa, secara langsung atau tidak langsung danĀ sengaja atau tidak sengaja. Sebaliknya, tiap insan juga tentu pernah merasakan gembira, bahagia dan puas. Silih berganti datang, pergi melintasi waktu yang terlewati dan tak mungkin kembali, hanya menyisakan kenangan.
Meskipun tak terucap dan sebatas tersirat, Dr. Wilmar Simanjorang, Dipl. EC, M.Si, pastilah merasa senang dan bangga bila melihat Kab. Samosir yang pernah dipimpimnya, tampak mengalami kemajuan dan berkembang mengikuti zamannya. Tak terpungkiri, ia bersama tim kerjanya punya andil besar di masa awal menjalankan roda pemerintahan Kab. Samosir.
Selama satu tahun sembilan bulan Penjabat Bupati, Wilmar Simanjorang dikenal aspiratif, dekat dan peduli dengan warga masyarakat. Karenanya, tak sedikit warga menyampaikan applause. Terlalu lama bila diceritakan ‘A to Z’ dan mungkin terlalu indah bila dilukiskan di atas kanvas. “Biarlah kisah itu menjadi sebuah rangkaian sejarah di tengah masyarakat Samosir tercinta,”kira-kira begitu sepenggal bisik hati Sang Tokoh yang menamatkan SMA-nya di Pangururan.
Bukan tidak mungkin, Wilmar Simanjorang adalah salah seorang dari ratusan ribu warga Samosir yang merasa terharu, senang, gembira dan puas, karena secara resmi Bupati sudah punya Rumdis. Dan ia merupakan bagian dalam penantian 21 tahun Rumdis.
Tetapi dibalik semua itu, adakah yang tahu dan peduli, bila di dalam kesendirian dan di kejauhan “terselip pilu” tersentuh perih di hati. Bisa saja itu terjadi pada Wilmar Simanjorang. Sekalipun tak berucap kata, sebagai insan biasa pasti punya rasa ingin “hadir” disana.
Sang penggiat serta pemerhati lingkungan dan Geopark Caldera Toba itu, tak berada diantara hadirin dalam acara seremonial serah-terima aset Rumah Pesanggrahan-Rumdis. Tak tahu pasti, apakah Wilmar Simanjorang tidak diundang karena khilaf, lupa, tidak sengaja dan/atau ada unsur lain.
Mungkin saja, protokoler atau tuan rumah sebagai pihak penyelenggara acara seremoni, khilaf tak sengaja, karena faktor kesibukan dan lainnya. Sekalipun terkesan tertinggal kan, namun sikap Wilmar Simanjorang tetap memakluminya. Terlepas dari itu semua, kiranya sangatlah patut seandainya Wilmar Simanjorang dihadirkan pada kesempatan yang berbahagia tersebut.
Memang terkesan sepele, tetapi peristiwa itu adalah cermin kearifan lokal masyarakat Samosir yang berbudaya luhur, senantiasa menghormati ‘orang tua’, para tokoh dan/atau pemuka pemerintahan. Semoga tak terulang, dan hal itu hanya sekedar khilaf semata. (Penulis adalah Wartawan Pilar Merdeka.Com)


