DELI SERDANG, PILAR MERDEKA – Tape merupakan panganan khas tradisional Indonesia. Bahan utamanya Ubi Kayu dan Beras Ketan, sementara untuk ketannya cenderung didominasi beras ketan hitam dan hanya sedikit yang menggunakan Ketan Putih.
Tape yang berkualitas memiliki rasa manis beraroma khas serta bertekstur lembut.
Dalam pengolahan selanjutnya bahan ubi kayu dan Beras Ketan tersebut akan diberi ragi untuk menghasilkan fermentasi. Ragi tersebut mengandung Bakteri Kapang (Aspergillus, Amylomyces rouxii, Mucor sp dan Rhizopus sp) Khamir (Sacchamycopis fibuligera, Sacchaharomysis malanga, Pichia purtoni, Saccharomyces cereviceaae dan bakteri Acetobacter, Pediococcus sp dan Bacillus sp).
Bila komposisi ragi pas serta bahannya memang berkualitas maka akan menghasilkan tape yang berkualitas pula.
Seperti, Nek Yatemi (74 thn) adalah satu diantara sekian banyak para pengrajin tape yang bermukim di Jalan Perhubungan No.57 Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Ia Memulai usaha sekitar tahun 1981 saat beliau masih mempunyai anak dua hingga saat ini 2024 masih menjalani usaha tape untuk mencukupi atau memperoleh penghasilan harian. Dari mengolah ubi kayu hanya beberapa kilogram saja ketika merintis, namun sekarang bisa menghabiskan 450 kilogram perharinya.
“Sekarang di sini sudah ada usaha pembuatan tape, kurang lebih 15 orang. Kalau awalnya saya yang mulai. Dan usaha tape ini pun sekarang dilanjutkan oleh anak-anak saya dan Nenek hanya bantu-bantu, tidak semuanya tertarik membuat tape hanya 4 orang saja,” ungkap Nek Yatemi kepada awak media ini, Rabu (1/5/2024).
Saat itu, terlihat ada 5 pekerja yang mengupas kulit ubi kayu, merebus dan membungkus. Di sela obrolan bersama Nek Yatemi, tak luput Nek Yatemi mengungkapkan suka duka selama puluhan tahun sebagai pengrajin tape.
“Kalau dukanya itu ketika proses pembuatan tapenya tidak jadi atau rusak dan itu biasanya karena ubi kayunya semasa ditanam pucuk daunnya diambil untuk sayuran atau pupuknya pakai pupuk kimia kayak TSP atau Urea gitu, kemudian jika raginya jelek pun bisa buat tape enggak jadi,” ungkap Nek Yatemi.
Kemudian lanjut diungkapkan Nek Yatemi, ubi kayu yang dipakai jenis ubi roti atau ubi randu, karena kalau direbus ubinya empuk. Dan selama ini ubi saya sudah ada yang antar dari daerah Kecamatan Patumbak dan sudah jadi langganan tetap, agar kualitas hasilnya tetap bagus.
“Kalau kesan sukacitanya itu, setiap hari bisa megang uang. Walaupun hasilnya setelah dipotong upah para pekerja, beli plastik, ubi kayu, ragi dan lain-lain, baru sisanya buat saya untuk memenuhi kebutuhan seperti beli beras dan bayar listrik,” ujar Nek Yatemi sembari tertawa mengenang kisah perjalanan usaha tape.
Proses Pembuatan
Ubi yang baru tiba langsung dikupas, lalu dipotong-potong sesuai bidang plastik dan dibelah. Bila ada potongan yang besar dicuci bersih untuk menghilangkan pasir dan lendir ubi. Pada proses ini diperlukan air yang banyak.
Selanjutnya direbus setelah empuk diangkat dan ditiriskan agar airnya benar-benar kering sekaligus proses pendinginan. Setelah melalui proses tersebut masuk tahap selanjutnya adalah menaburkan ragi khusus untuk tape, untuk proses ini perlu lebih diperhatikan, sebab bila raginya kurang pas maka hasilnya kurang memuaskan.
Sehinga saat pemberian ragi pada ubi yang sudah direbus, jangan lupa diaduk secara perlahan agar raginya tercampur merata, kemudian masukkan ke dalam wadah plastik dengan berat timbangan 3,8 ons setiap bungkusnya. Setelah satu hari siap dipasarkan dengan harga Rp. 5000,- perbungkusnya. (Budi Sudarman)