BerandaPendidikanMakna Filosofi "Mata Guru Roha Sisean" dalam Konteks Pendidikan 

Makna Filosofi “Mata Guru Roha Sisean” dalam Konteks Pendidikan 

Oleh : Hery Buha Manalu
Hari Pendidikan Internasional diperingati setiap 24 Januari, ini menjadi momen refleksi global tentang peran pendidikan dalam membangun dunia yang lebih inklusif, damai dan berkelanjutan. Dalam konteks budaya Batak, filosofi “Mata Guru Roha Sisean” menjadi salah satu warisan kearifan lokal yang relevan untuk memaknai pendidikan sebagai proses pembentukan individu yang utuh, kritis, dan bermoral.

Filosofi ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pengamatan (mata), penyaringan nilai (hati), dan pewarisan kebijaksanaan (Sisean) dalam proses pendidikan.

Mata sebagai Simbol Pengamatan dan Pembelajaran

Dalam filosofi Batak, mata diibaratkan sebagai guru pertama dalam proses belajar. Mata tidak sekadar organ fisik yang berfungsi untuk melihat, tetapi juga simbol pengamatan mendalam terhadap realitas. Filosofi ini menekankan bahwa pendidikan dimulai dari kemampuan seseorang untuk menyaksikan dan memahami lingkungannya.

Di era modern, konsep ini sejalan dengan pentingnya literasi kritis, yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyaring informasi yang diterima. Dalam dunia yang dibanjiri data dan informasi, terutama melalui teknologi digital, kemampuan untuk “melihat” dengan bijaksana menjadi semakin krusial.

Filosofi Mata Guru Roha Sisean mengajarkan bahwa proses belajar tidak hanya berbasis hafalan, tetapi juga pengamatan aktif untuk menangkap makna yang lebih dalam dari setiap fenomena yang ada.

Hati sebagai Pusat Refleksi dan Etika

Aspek kedua dari filosofi ini adalah roha (hati), yang berfungsi sebagai pusat penyaringan nilai dan moral. Apa yang dilihat oleh mata harus diproses melalui hati, sehingga menghasilkan keputusan yang etis dan bermakna. Dalam konteks pendidikan, filosofi ini menekankan pentingnya dimensi afektif, yaitu pembentukan karakter dan empati.

Pendidikan yang baik bukan hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga menyentuh hati. Nilai-nilai seperti kejujuran, rasa hormat, dan kepedulian harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum.

Filosofi ini mengingatkan kita bahwa pembelajaran yang sejati adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pengetahuan dengan hati nurani, sehingga melahirkan individu yang bertanggung jawab dan memiliki kepekaan sosial.

Sisean sebagai Generasi Pewaris Kebijaksanaan

Bagian terakhir dari filosofi ini, yaitu sisean (murid), menggambarkan posisi murid sebagai penerus kebijaksanaan. Dalam budaya Batak, murid tidak hanya dipandang sebagai objek pendidikan, tetapi juga subjek yang aktif berpartisipasi dalam pembentukan nilai-nilai sosial.

Murid diajarkan untuk tidak hanya menerima ilmu, tetapi juga menggunakannya untuk berkontribusi bagi komunitasnya.

Pendidikan dalam pandangan Mata Guru Roha Sisean menempatkan murid sebagai pewaris nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur. Hal ini relevan dengan konsep pendidikan keberlanjutan, di mana generasi muda dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang mampu menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan ancaman terhadap keberagaman budaya.

Hari Pendidikan Internasional juga menyoroti pentingnya pendidikan dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Filosofi Mata Guru Roha Sisean selaras dengan visi ini, karena mengajarkan keseimbangan antara pengamatan, refleksi, dan tindakan. Pendidikan yang holistik tidak hanya mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana secara emosional dan bertanggung jawab secara sosial.

Dalam menghadapi tantangan global seperti krisis lingkungan dan ketidakadilan sosial, pendidikan harus menjadi medium untuk menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.

Sebagai contoh, integrasi nilai-nilai keberlanjutan dalam kurikulum, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sekolah, dan pengembangan teknologi hijau di sektor pendidikan adalah langkah-langkah konkret untuk mewujudkan visi ini.

Menghubungkan Filosofi Lokal dengan Pendidikan Global

Filosofi Mata Guru Roha Sisean juga mengajarkan pentingnya pendidikan sebagai sarana membangun kesadaran kolektif. Pengamatan yang tajam, refleksi yang mendalam, dan pewarisan nilai-nilai luhur adalah elemen kunci dalam menciptakan masyarakat yang damai dan inklusif.

Hal ini sejalan dengan tema Hari Pendidikan Internasional yang menekankan pentingnya kolaborasi global dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.

Dengan mengangkat kearifan lokal seperti Mata Guru Roha Sisean, kita tidak hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga menunjukkan bahwa nilai-nilai lokal memiliki relevansi universal. Pendidikan yang mengintegrasikan perspektif lokal dan global memiliki potensi untuk menciptakan individu yang tidak hanya berakar pada budayanya, tetapi juga mampu bersaing di tingkat internasional.

Mewujudkan pendidikan yang berkualitas membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif dan berkelanjutan.

Dunia usaha dapat berkontribusi melalui program tanggung jawab sosial (CSR), seperti beasiswa dan pelatihan guru. Sementara itu, masyarakat berperan dalam mendukung pendidikan melalui keterlibatan aktif dalam kegiatan sekolah dan pembinaan generasi muda.

Semangat gotong royong ini sejalan dengan filosofi Batak, di mana pendidikan dianggap sebagai tanggung jawab kolektif. Dengan bersinergi, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga memberdayakan individu dan komunitas.

Hari Pendidikan Internasional adalah pengingat bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia sekaligus jalan menuju dunia yang lebih damai dan berkelanjutan. Dalam perspektif budaya Batak, filosofi Mata Guru Roha Sisean menawarkan pandangan yang mendalam tentang pendidikan sebagai proses yang menyentuh mata (pengamatan), hati (refleksi), dan Sisean (pewarisan kebijaksanaan).

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal seperti Mata Guru Roha Sisean ke dalam visi pendidikan global, kita dapat membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif, holistik, dan berkeadilan. Pendidikan yang menyentuh mata, hati, dan jiwa tidak hanya menciptakan individu yang cerdas, tetapi juga manusia yang berempati, bertanggung jawab, dan mampu membawa perubahan positif bagi dunia.

Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana STT Paulus Medan, Pemerhati Lingkungan dan Budaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img
- Advertisment -

DAERAH