JAKARTA, PILAR MERDEKA – Kancah musik alternatif Ibu Kota kini memiliki rumah baru. Altero Underground resmi memperkenalkan diri kepada publik melalui acara grand launching yang berlangsung pada Kamis malam, (18/12), bertempat di Dungeon Pool Lounge, Kemang, Jakarta Selatan.
Lebih dari sekadar peresmian komunitas, kehadiran Altero Underground menjadi penanda dimulainya sebuah gerakan berkelanjutan untuk membangun ekosistem musik underground dan indie yang solid, inklusif, serta berorientasi jangka panjang.
Malam peluncuran tersebut sekaligus menjadi awal dari agenda rutin Altero Underground yang akan digelar setiap hari Kamis. Pada kesempatan itu, Sandy diperkenalkan sebagai founder sekaligus project initiator, didampingi deretan musisi lintas aliran yang merepresentasikan semangat alternatif, seperti iHate Band, Ombak, Denji Jamm, Traxion, Anov Blues One, Mighty Sound, Archsonic, Tante Lucy, DJ Stan, dan DJ Surja.
Dalam pemaparannya, Altero Underground menegaskan posisinya sebagai respons atas dinamika industri musik masa kini. Jika di era 1990-an keterbatasan ruang dan media menjadi hambatan utama, saat ini justru melimpahnya platform digital menuntut adanya kurasi, visi yang jelas, serta ruang aman bagi musisi non-arus utama.
Altero Underground dirancang sebagai wadah kolaboratif yang mempertemukan musisi, penikmat, komunitas, hingga brand dalam satu ekosistem yang saling menguatkan. Nilai kolektivitas khas skena underground masa lalu dihidupkan kembali dengan pendekatan modern yang lebih terstruktur, tanpa meninggalkan semangat kebersamaan dan gotong royong.
Perwakilan Altero Underground, Irsya, menjelaskan bahwa nama “Altero” berasal dari kata alter atau alternative, yang dimaknai sebagai pilihan jalur di luar arus utama. Filosofi tersebut diterapkan dalam kurasi genre yang luas, mulai dari rock, metal, britpop, grunge, hingga jazz alternatif, serta penetapan hari Kamis sebagai waktu utama penyelenggaraan acara.
“Kamis kami anggap sebagai hari alternatif. Saat kebanyakan event memilih Jumat atau akhir pekan, Altero justru memulainya dari Kamis. Ini sejalan dengan semangat anti-mainstream yang kami bawa,” ujar Irsya.
Pemilihan Dungeon Pool Lounge sebagai lokasi acara juga memiliki makna tersendiri. Karakter ruang yang kuat, tata suara yang memadai, serta posisinya yang berada di area bawah tanah dinilai mencerminkan identitas underground. Dede, perwakilan Dungeon Pool Lounge, menyebut kolaborasi ini sebagai gagasan yang berani namun sangat relevan.
“Dungeon berarti bunker. Rasanya pas dengan spirit musik underground. Harapannya, Dungeon bisa menjadi basecamp bagi skena alternative rock ke depannya,” kata Dede.
Dungeon Pool Lounge sendiri telah berdiri sejak 2015 dengan fokus utama pada olahraga biliar. Melalui kolaborasi ini, Dungeon membuka babak baru sebagai ruang ekspresi musik alternatif.
Dukungan juga datang dari Anker Beer. Gege, perwakilan Anker Beer, menilai skena underground sebagai tempat lahirnya musisi-musisi legendaris yang teruji oleh waktu, bukan sekadar popularitas instan.
“Mainstream itu nggak asik. Underground justru punya nilai lebih,” tegas Gege.
Ia menambahkan pentingnya regenerasi serta keberanian untuk tetap relevan tanpa kehilangan identitas. Kolaborasi ini diharapkan berkembang secara berkelanjutan, tidak hanya berhenti pada satu acara.
Ke depan, Altero Underground telah menyiapkan agenda roadshow yang dijadwalkan berlangsung mulai akhir Desember hingga pertengahan Februari sebelum Ramadan. Wilayah penyangga Jakarta seperti Bekasi, Cikarang, Karawang, dan Cikampek menjadi tujuan awal, sebelum merambah kota-kota besar lain di Pulau Jawa hingga Bali. Setiap gelaran akan melibatkan band lokal sebagai bentuk dukungan terhadap skena musik setempat.
Dengan konsep tematik lintas genre, kurasi yang ketat, serta visi membangun ekosistem yang berkelanjutan, Altero Underground menegaskan keseriusannya dalam merawat musik underground. Grand launching ini menjadi langkah awal perjalanan sebuah ruang kreatif modern yang ingin mengangkat musik alternatif ke level yang lebih dihargai, tanpa kehilangan ruh kebebasan dan perlawanan. (Agus Oyenk)

