Oleh : Budi Sudarman
Akhir-akhir ini santer terdengar kabar nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Gubernur DKI Jakarta dan terakhir menjabat Komisaris Utama PT. Pertamina Tbk. digadang-gadang akan mengisi bursa calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Gubsu).
Pasca dilaksanakannya Rakernas PDIP pada Minggu (26/5/2024). Meskipun pada Rakernas tersebut secara eksplisit tidak menghasilkan keputusan partai soal usung mengusung calon dalam menghadapi Pilkada 2024 yang akan berlangsung pada Rabu, 27 November 2024.
Rumor, issu dan kabar burung yang dilontarkan ke publik adalah bagian dari chek ombak strategi politik untuk mengukur kepercayaan publik dalam rangka persiapan melangkah ke tahapan berikutnya. Harapan itu bukan semata milik pengurus dan kader PDIP, harapan itu muncul dari anak bangsa yang ingin Provinsi Sumatera Utara lebih baik dalam tata kelola dan pembangunan.
Ahok, sebenarnya sosok mumpuni dalam hal birokrasi. Namun perjalanan karir politiknya terjungkal pada Pilkada 2017 yang pada akhirnya menjadi “korban politik”. Ia menjadi sosok yang fenomenal dicinta sekaligus dibenci. Ketelitian dan memahami persoalan yang timbul dalam tata kelola pemerintahan DKI Jakarta sekaligus dapat memberikan solusi penanganannya menjadikannya dicinta bagi anak bangsa yang ingin bangsa ini terlepas dari budaya pungli dan korupsi namun dibenci oleh pihak yang berhati kotor ingin memperkaya diri dan golongannya.
Ahok secara perlahan ingin mewujudkan sebuah pemerintahan yang bersih dan transparan. Mengubah pola pikir birokrat yang seharusnya melayani warga masyarakatnya yang selama ini terkesan harus dilayani. Aparatur Sipil Negara yang harus dekat dengan warganya dalam tingkat kepatutan dan kewajaran.
Dalam negara demokrasi murni seperti Indonesia, Kekuasaan dihasilkan oleh kekuatan politik. Kekuasaan dihasilkan lewat Pemilu dan ada instrumen perangkat serta Undang-undang yang mengaturnya. Dukungan kekuatan politik tersebut yang akan menjadikan sebuah kekuasaan dan kekuasaan itu adalah sebuah zona nyaman dan aman dalam mencukupi kebutuhan hidup yang mapan.
Peluang untuk menjadi Gubernur Sumatera Utara jika dikemudian hari, Ahok diusung oleh partai PDIP dan beberapa partai lainnya akan sangat sulit memang, jika yang menjadi rivalnya adalah Bobby Afif Nasution menantu dari Presiden Joko Widodo yang sekarang ini sedang menjabat Walikota Medan.
Pemilu Pilpres 2024 masih hangat dan lewat Rakernas PDIP itulah menghasilkan beberapa catatan dengan poin Pemilu terburuk sepanjang sejarah negara demokrasi. Akankah Ahok bersinar seperti purnama jika diberi wewenang dan mandat oleh partai untuk maju sebagai calon Gubernur Sumut?.
Dewan Pimpinan Pusat PDIP dibawah kendali Megawati Soekarnoputri hendaknya bersikap bijaksana. Jadikan Pilkada Gubsu 2018 sebagai pembelajaran, agar DPP PDIP pro aktif mendengar masukan dari arus bawah. Kita ketahui, PDIP merupakan partai penghasil kader terbaik di tingkat wilayahnya masing-masing. Sosok yang punya nama bersinar ditingkat nasional dengan kinerja baik, saat masuk ke Sumut akan sulit.
Sekedar flashback, jika Paslon kandidat gubernur diikuti banyak kontestan seperti Pilgubsu tahun 2013 maka issu SARA boleh dikata tidak ada, namun begitupun tetap ada sentimen tentang agama.
Pilkada Gubernur Sumut 2024 masih terlalu jauh namun kajian dan kebijakan politik itu cair secepat cairnya es batu untuk menjadi air kembali. Ada satu instrospeksi yang harus dikembalikan dengan istilah anak Medan, tepuk dada tanya selera. Mau kearah mana pilihan kita saat memilih dan menentukan masa depan pemimpin wilayah kita.
Memilih pemimpin bukan sekedar untuk gunting pita dan menandatangani prasasti pembangunan semata melainkan memilih sosok yang visioner yang mampu membawa warga masyarakatnya sejahtera. Kita harus punya pilihan pemimpin yang mampu mengendus praktek-praktek curang yang dilakukan oleh “oknum” untuk memperkaya dirinya sendiri.
Warga masyarakat harus punya pemimpin yang mampu membina aparatur dan birokrat dalam melayani warga masyarakatnya. Pemimpin yang mampu menghilangkan stigma yang dilakukan oleh para oknum nakal dengan istilah kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah untuk mendapatkan incone tambahan dengan istilah “uang masuk”.
Pilihan itu ada pada warga masyarakat Sumatera Utara. Pergunakan momen demokrasi 2024 untuk memilih pemimpin yang bijaksana, baik serta mengayomi warga masyarakatnya. (Penulis adalah wartawan Pilar Merdeka.com)