BerandaDaerahDi Penghujung Waktu Keanggotaan GKT: "Melepas Yellow Card, Menggenggam Green Card"

Di Penghujung Waktu Keanggotaan GKT: “Melepas Yellow Card, Menggenggam Green Card”

JAKARTA, PILAR MERDEKA – Ungkapan seorang humoris/jenakawan Amerika, Arthur Buchwald : “Apakah itu saat terbaik atau terburuk, itulah waktu yang kita miliki.” Mungkin ungkapan itu tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi status keanggotaan Geopark Kaldera Toba (GKT) di UNESCO Global Geopark (UGGp) terkini. Kesempatan untuk mempertahankan Green Card tenggat waktunya hingga 25 Juni 2025, atau tinggal 30-an hari.

Berkejaran dengan waktu, kondisi keanggotaan GKT ibarat mencari kesempatan di sela-sela waktu mepet. Memasuki dua tahun berjalan, GKT mendapat peringatan berupa kartu kuning (Yellow Card) dari UNESCO pada 2023.

Di tahun yang sama, UNESCO merekomendasikan 4 (empat) perbaikan pengelolaan GKT. Pertama, badan pengelola harus meningkatkan kegiatan edukasi berbasis riset. Kedua, harus segera dilakukan revitalisasi dan optimalisasi badan pengelola. Ketiga, harus dilaksanakan pembelajaran manajemen agar badan pengelola bisa memahami dan melaksanakan prinsip UGGp.

Keempat, harus ada perbaikan visibilitas. Yakni, pembangunan gerbang, monumen, dan panel interpretasi. Visibiltas ini perlu diperbanyak, sehingga pengunjung bisa tahu kalau sudah berada di kawasan GKT.

GKT
Pulau Sibandang salah satu geosite di kawasan Danau Toba yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto 2019. Pilar Merdeka)

Pertanyaannya, masih mungkinkah mampu Badan Pengelola (BP) Toba Caldera-UNESCO Global Geopark (TC-UGGp) menyelesaikan empat rekomendasi perbaikan pengelolaan GKT dalam waktu satu bulan?

Pesimis, melihat waktu sesingkat itu, mustahil rasanya BP-TCUGGp bisa menyelesaikan empat tuntutan rekomendasi perbaikan pengelolaan GKT. Sementara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) baru membentuk pengurus BP-TCUGGp pada Februari 2025 setalah vakum selama dua tahun.

Tidaklah mudah, bagaimana susah sulitnya para penggiat/pemerhati lingkungan dan budaya di awal memperjuangkan agar GKT bisa masuk/terdaftar menjadi salah satu Anggota UGGp. Menghabiskan waktu bertahun-tahun, tenaga dan pikiran terkuras serta mengeluarkan tak sedikit financial, barulah pada 2020 GKT resmi sebagai Anggota UGGp.

GKT
Batu Marsanggul berada di Desa Janji Martahan, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir, diperkirakan sudah berusia 300 tahun, Kamis (24/4/2025). (Foto. Pilar Merdeka)

Tenggang waktu sudah dua tahun, sejak 2023 UNESCO memberikan Kartu Kuning atau sinyal peringatan bagi BP-TCUGGp. Namun, hingga sekarang belum terlihat ada tanda-tanda konkrit bahwa Pengurus BP-TCUGGp sudah melakukan empat rekomendasi UNESCO untuk perbaikan pengelolaan GKT. Justru Pengurus BP-TCUGGp pasif dan nihil kegiatan. Ada apa sesungguhnya dalam pengelolaan GKT?

Memperhatikan sepintas kabar yang beredar di jagat maya, disinyalir ada beberapa faktor penyebab BP-TCUGGp vakum tanpa kegiatan. Antara lain, Pertama faktor sumber daya manusia (SDM). Kedua, financial, dan Ketiga tarik ulur kepentingan.

SDM adalah salah satu faktor yang paling memungkin pengelolaan GKT tersendat. Sebab, jika para Pengurus BP-TCUGGp tidak ada yang memiliki kecakapan/kemampuan manajemen dan keahlian spesifik dalam pengelolaan di bidang geosit/geopark, bagaimana mungkin kegiatan GKT bisa berjalan secara aktif dan berkesinambungan.

Financial atau keuangan, juga faktor yang sangat menentukan nasib Keanggotaan GKT di UGGp. Sebab, segala kegiataan GKT pasti membutuhkan biaya. Contohnya, kegiatan edukasi berbasis riset pasti butuh biaya. Begitu pula konservasi, pasti membutuhkan pembiayaan yang sifatnya berkelanjutan, bukan “suam-suam kuku”.

Dua faktor itu, saling terikat tak terpisahkan. Punya uang tapi SDM tidak punya kemampuan dan keahlian dalam pengelolaan GKT, sama saja kegiatan tak bergerak, dan sebaliknya sekalipun SDM punya kemampuan dan keahlian mengelola dalam segala kegiataan GKT tapi tak punya uang, hasilnya sama kegiatan akan vakum.

Sedangkan faktor tarik ulur kepentingan dan/atau ego sektoral di 8 kabupaten yang mengitari Danau Toba, kemungkinannya tidak begitu berpotensi sebagai penghambat terhadap kegiatan GKT, meskipun ada masih bisa dikompromikan.

GKT
Menara Pandang Tele salah satu geosite di kawasan Danau Toba, berada di Kabupaten Samosir, Selasa (22/4/2025). (Foto. Pilar Merdeka)
The right Man on The Right Place

“Orang yang tepat pada tempat yang tepat”. Prinsip mempekerjakan sumber daya manusia (SDM)-seseorang/individu dalam suatu lingkup pekerjaan apalagi pekerjaan tersebut spesifik yang berkaitan dengan sumber daya alam seperti di bidang geosit-GKT, sebaiknya tiap individu itu harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan dan pengalaman yang sesuai bidang tanggungjawab pekerjaannya. Sehingga kegiatan pekerjaan bisa berjalan efektif dan bahkan efisien. Hal itu harus menjadi pedoman dalam manajemen SDM.

Jika GKT tidak ingin salah urus, terapkan “orang yang tepat pada tempat yang tepat”. Hindari menempatkan seseorang hanya berdasarkan karena kedekatan, kolega, kelompok atau istilahnya kolusi dan nepotisme. Mungkin hal itu bisa saja terjadi, tetapi harus dibarengi individu yang potensial.

Selain memiliki disiplin ilmu, keahlian serta pengalaman di bidang kegiatan yang diembannya, individu-individu Pengurus di BP-TCUGGp, baiknya juga harus punya rasa kecintaan terhadap alam dan untuk kehidupan yang ada di kawasan Danau Toba. Sebab, keanekaragaman hayati ada disana. Dan sesungguhnya geopark adalah suatu upaya nyata untuk melestarikan lingkungan, lingkungan kehidupan di bumi sekarang dan mendatang.

Pada 2020, GKT tercatat sebagai penerima Green Card, kartu tanda anggota tetap di UGGp. Dan UNESCO tak akan pernah dua kali memberikan Green Card kepada satu anggota yang sama, tiap Anggota UGGp sebagaimana GKT diberikan Green Card sekali untuk selamanya.

GKT
Panorama alam Bukit Cinta di Desa Janji Martahan, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir, Kamis (24/4/2025). (Foto. Istimewa)
Genggam Erat Green Card

Kaldera Toba adalah satu dari dua belas Geopark Indonesia yang resmi diakui UNESCO. Patut diapresiasi para penggiat/pemerhati dan pejuang yang sudah bersusah upaya agar Geopark Kaldera Toba (GKT) mendapat pengakuan dan akhirnya menerima Green Card, atau GKT resmi menjadi Anggota UNESCO Global Geopark (UGGp) pada 2020.

Green Card, kartu tanda anggota tetap di UGGp diberikan sekali untuk selamanya. Artinya, tiap anggota tidak akan diberikan dua kali Green Card. Jika anggota mendapat Yellow Card sebagai sinyal peringatan, si anggota wajib memenuhi tuntutan yang direkomendasikan UNESCO, sebagaimana empat butir rekomendasi UNESCO untuk perbaikan pengelolaan GKT.

Tenggat waktu sudah tinggal satu bulan untuk memenuhi dan menyelesaikan empat butir rekomendasi perbaikan pengelolaan GKT. Apakah BP-TCUGGp sanggup memnuhi rekomendasi UNESCO tersebut? Seandainya tidak sanggup, konsekuensinya, izin tetap berupa Green Card GKT sebagai anggota di UGGp akan dicabut. Karena dianggap tidak sanggup memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan UNESCO.

Tidak ada pilihan, konsekuensi terburuknya keanggotaan GKT dicabut. Bila terjadi, muncul tudingan bahwa sesungguhnya GKT belum SIAP menjadi Anggota UGGp, dan masih butuh persiapan serta kesiapan. Baik kesiapan kualitas SDM maupun kesiapan pendanaan yang jelas, terencana dan terukur secara matang.

Terkesan, terjadi pembiaran selama dua tahun sebagaimana batas waktu yang diberikan oleh UNESCO untuk perbaikan pengelolaan GKT. Kepengurusan BP-TCUGGp vakum dan kegiatan GKT pun vakum. Hingga saat ini, belum tampak kepermukaan dan terdengar apa penyebab utama kegiatan GKT bisa sampai vakum.

Tunjukkan dan buktikan bahwa BP-TCUGGp mampu melepas Yellow Card, dan masih sanggup “menggenggam erat” Green Card. Peluang dan kesempatan masih terbuka, apa itu, Toleransi Perpanjangan Batas Waktu oleh UNESCO untuk perbaikan pengelolaan GKT. Semoga toleransi ada !. (Nasrul Sitohang)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img
- Advertisment -

DAERAH