JAKARTA, PILAR MERDEKA – Industri musik Indonesia mencatat tonggak penting dalam sistem perlindungan hak cipta. Sebuah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) baru, bernama Transparansi Royalti Indonesia (TRI), secara resmi memperoleh izin operasional dari Kementerian Hukum dan HAM. Ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HK.23.KL01.04.01 Tahun 2025, dan diumumkan, Jumat (1/8/2025) di Gedung DJKI, Kuningan, Jakarta Selatan.
TRI hadir sebagai LMK yang memiliki mandat khusus untuk mengelola royalti hak cipta lagu dan musik secara transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Penyerahan izin operasional dilakukan langsung oleh Direktur Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko SH, MH dan Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, yang menyampaikan harapan besar terhadap kiprah TRI ke depan.
“Saya mengenal Ketua TRI cukup lama dan melihat rekam jejak digitalnya yang positif. Kami berharap TRI mampu menjadi warna baru dalam tata kelola royalti di Indonesia, terutama dalam menjawab kerinduan para pencipta lagu akan keadilan,” ujar Dharma Oratmangun.
TRI memiliki struktur organisasi yang terdiri dari tokoh-tokoh berpengalaman dari latar belakang militer, kepolisian, hukum, dan dunia seni.
Di posisi Pelindung, hadir nama-nama seperti Mayjen TNI (Purn) Zaedun, Brigjen TNI Agus Wijanarko, dan Brigjen Pol (Purn) Drs. Puja Laksana. Di kursi Pembina, terdapat Kombes Pol Daniel Widya Mucharam serta H. M. Ali Badarudin, yang juga aktif di ranah hukum dan pemberdayaan masyarakat.
Sementara itu, Ancha Syaiful Bachri dipercaya sebagai Ketua TRI, didampingi oleh Hetty Mulyati (Wakil Ketua), Mardiana Bugis (Sekretaris), dan S. Mulyono (Bendahara). Struktur pengawas dipimpin oleh Nugraha Surya Sumantri, bersama Sugito dan Ir. Teguh Yuswanto.
Komitmen dari Ketua TRI: Keadilan dan Kejujuran sebagai Fondasi
Dalam sambutannya, Ketua TRI, Syaiful Bachri biasa dipanggil *Ancha* menyatakan bahwa pendirian TRI bukan sekadar bentuk partisipasi dalam sistem, melainkan lahir dari panggilan moral untuk menghadirkan tata kelola royalti yang benar-benar adil bagi pencipta lagu di Indonesia.
“Ini bukan hanya soal administrasi. Ini soal tanggung jawab dunia dan akhirat. TRI hadir untuk melayani, bukan mencari panggung. Kami ingin memastikan bahwa setiap pencipta lagu, dari yang senior hingga pemula, mendapatkan haknya tanpa terhambat oleh sistem yang rumit atau tidak transparan,” tegas Ancha.
Royalti yang Transparan, Musik Berkelanjutan
Dalam beberapa tahun terakhir, wacana mengenai royalti musik kerap menjadi perdebatan, mulai dari kurangnya transparansi, distribusi yang tidak merata, hingga minimnya komunikasi antara LMK dengan anggotanya. TRI hadir untuk merespons situasi tersebut dengan sistem terbuka, pelaporan berbasis digital, serta mekanisme komunikasi dua arah.
Kehadiran TRI juga diharapkan mampu mendorong pemulihan kepercayaan para pencipta lagu terhadap sistem pengelolaan hak cipta di Indonesia. Melalui pelibatan figur-figur yang berintegritas dan pendekatan pelayanan yang lebih humanis, TRI menargetkan tumbuh menjadi LMK yang mampu menjawab kebutuhan zaman: efisien, adil, dan inklusif.
Dengan resmi beroperasinya TRI, Indonesia kini memiliki tambahan kekuatan baru dalam membangun ekosistem musik yang lebih sehat. Di tengah era digital yang serba cepat dan konsumsi musik yang meluas, pengelolaan royalti yang adil menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan karya dan kesejahteraan pencipta.
TRI hadir dengan janji, dan kini publik menanti bukti. Apakah ini akan menjadi titik balik bagi tata kelola royalti musik Indonesia? Waktu yang akan menjawab — namun hari ini, harapan telah dilahirkan. (Agus Oyenk)