PILAR MERDEKA – Kemacetan lalu-lintas jalur Puncak, Bogor tidak menyurutkan semangat Letjen TNI Mohamad Hasan menghadiri Pinus Ecofest 2025 di Pinus Ecopark, Tugu Selatan, Cisarua, Bogor. Mengendarai Harley Davidson Street Bob 114 berkapasitas 1.868 cc, Hasan tiba di lokasi acara sekitar pukul 09.00 WIB.
Sehari-hari, jenderal bintang tiga itu menjabat Komandan Kodiklat TNI-AD. Ketika panitia Pinus Ecofest 2025 mengundangnya hadir sekaligus menjadi Pembina kegiatan yang mengusung tema “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”, seketika Hasan menyanggupi. Alasannya karena ia tahu betul, jargon itu milik almarhum Letjen TNI Dr (HC) Doni Monardo, senior yang ia kagumi dan panuti.
Terlebih, ketika diberi tahu oleh Aan, pemilik Pinus Ecopark, bahwa di hari kedua rangkaian Pinus Ecofest akan diletakkan prasasti “DONI MONARDO JENDERAL POHON INDONESIA”. Sebuah kegiatan yang selaras dengan target penanaman 2 juta pohon di kawasan Puncak, untuk mengembalikan Puncak sebagai kawasan konservasi.
Sebelum rangkaian kegiatan dimulai, Hasan transit di pendopo untuk santap jagung rebus, ubi rebus, serta kudapan lain dan kopi bersama sahabat dan undangan. Di pendopo sudah hadir, Danrem 061/Surya Kencana, Brigjen TNI Thomas Rajunio, Dandim 0621 Kabupaten Bogor Letkol Inf Henggar Tri Wahono, Kepala Desa Tugu Selatan Eko Windiana.
Dari pihak keluarga alm Doni Monardo, hadir Ade Rizki (adik), dan Mayor Inf Arief Wibisono (menantu). Para sahabat lain tampak Egy Massadiah, Mayjen TNI Purn Dr Komaruddin Simanjuntak (Plt Ketua Umum PPAD), Andi Eviana (Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB), dan masih banyak sahabat almarhum lain yang antusias menghadiri acara.
Di antara sekian mata kegiatan festival, setidaknya ada tiga yang pokok. Pertama, “ngalokat cai”. Kedua, penandatanganan prasasti “Doni Monardo Jenderal Pohon Indonesia”. Ketiga, penanaman pohon.

Infrastruktur Alam
Mengawali rangkaian kegiatan, Jenderal Hasan didaulat memberi sambutan. “Pertama saya mengucapkan terima kasih kepada perwakilan seluruh pecinta alam Tanah Air dalam rangka mengenang almarhum Doni Monardo,” ujar Hasan.
Para tokoh pecinta alam Indonesia pula yang memunculkan wacana pengukuhan alm Doni Monardo sebagai “Jenderal Pohon Indonesia”. “Alhamdulillah, hari ini, dengan dihadiri seluruh perwakilan kelompok pecinta alam, pihak keluarga, para sahabat dan handai taulan, sebentar lagi kita akan pancangkan prasasti ‘Doni Monardo Jenderal Pohon Indonesia’ di lokasi Pinus Ecopark ini,” tutur pria berdarah Minang kelahiran Bandung 13 Maret 1971, itu.
Hasan lalu menyampaikan pesan penting yang ia dengar langsung dari Doni Monardo semasa hidupnya. Dalam banyak kesempatan, Hasan mengikuti hampir semua kegiatan Doni Monardo menanam pohon. Tidak hanya ikut, tetapi menyerap semua wejangan, nasihat, dan pemahaman tentang lingkungan hidup, utamanya kesadaran ekologi.
“Almarhum menyebutkan sebuah istilah, yaitu ‘infrastruktur alam’. Itu istilah almarhum sendiri. Yang dimaksud adalah, bahwa Tuhan menciptakan gunung, sungai, hutan, mata air, sebagai infrastruktur alam untuk kehidupan umat manusia dan makhluk ciptaanNya,” kata Hasan, takzim.
Karenanya, manusia harus menjaga dan merawat insfrastruktur alam. Jika tidak, instrastruktur alam akan keluar dari kodratnya sehingga terjadi bencana alam. “Banyak bencana alam terjadi karena ulah dan keteledoran manusia,” tegasnya.
Historikal – Sakral

Hadir dan terlibat dalam rangkaian acara “Tribute to Doni Monardo”, Hasan merasa bangga dan terhormat. Apalagi bersama komunitas yang konsisten menggaungkan kesadaran ekologi yang harus dilestarikan. Termasuk acara penanaman pohon.
“Soal menanam pohon, almarhum Doni Monardo juga berkali-kali membuat pernyataan…. ‘Yang penting bukan berapa jumlah pohon yang ditanam, tetapi (dari jumlah yang ditanam) berapa jumlah pohon yang tumbuh atau hidup’,” cetus Hasan, mengingatkan pesan almarhum.
Karenanya, Hasan berharap kegiatan seperti ini tidak sekadar seremoni, tetapi harus berkelanjutan. Apalagi di sini, di kawasan Puncak Bogor sarat nilai historikal dan sakral. Tradisi Sunda sangat mengagungkan air yang disebut ci, cai yang berarti air atau sungai. “Jangan sampai masyarakat Sunda merusak sumber air, merusak sungai, dan tidak menjaga alam,” pesan Hasan.
Meski berdarah Minang, Hasan yang kelahiran Bandung juga belajar tentang sejarah Pajajaran yang mampu membuat rakyatnya sejahtera. Salah satunya karena tradisi merawat dan menjaga alam. Tidak hanya di Sunda, hampir di semua wilayah Nusantara, diajarkan tentang penghargaan terhadap alam.
Di Islam ada istilah hablum minallah, hablum minannas, hablul minal alam, yang artinya keselarasan hubungan antara manusia dengan Allah SWT, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. Demikian pula di Hindu Bali ada ajaran Tri Hita Karana yang bermakna sama. Dan pesan serupa dalam wujud kearifan lokal di seluruh Tanah Air.
Terkait acara “Tribute to Doni Monardo”, Hasan menegaskan bukan acara “basa-basi”, melainkan murni dari lubuk hati nurani seluruh komunitas pecinta alam Indonesia. Sepak terjang almarhum Doni Monardo yang konsisten menjaga alam dan menanam pohon, adalah warisan luhur yang harus dilestarikan untuk kesejahteraan anak-cucu kita.
Ngalokat Cai

Dipandu dua umbul-umbul dan iringan musik tradisional Sunda, Hasan dan hadirin melanjutkan kegiatan menuju Curug Cikamasan, tak jauh dari podium acara. Tujuannya mengikuti prosesi upacara adat “ngalokat cai”.
Ngalokat Cai adalah tradisi di Jawa Barat yang bertujuan untuk menjaga, merawat, dan memuliakan sumber air, seperti mata air atau sungai. Tradisi ini merupakan ritual turun-temurun yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas sumber daya air dan memiliki nilai budaya serta sosial yang penting.
Separuh dari perjalanan kaki menuju lokasi curug, harus ditempuh melewati jalan setapak yang cukup licin akibat hujan semalam. Selain itu, peserta juga harus menyeberangi sungai. Peserta harus hati-hati menapakkan kaki di antara bebatuan sungai, agar bisa sampai di sisi sungai yang lain tanpa terpeleset.
Kurang dari 30 menit, iring-iringan peserta upacara tiba di depan curug Cikamasan. Dua petugas upacara kemudian mulai membakar dupa dan kemenyan di antara perlengkapan ritual yang sudah tersedia. Ada beberapa jenis bunga, hasil bumi, jajan pasar, buah-buahan, air suci, dan lain-lain.
Eko Wiwid Arengga dari Perkumpulan RIMBA (Relawan Indonesia Pembela Alam) memandu jalannya ritual. Selesai ritual, beberapa peserta turun dan mencuci muka dengan air curug. Seorang juru ritual menjelaskan, area curug Cikamasan sangat bagus untuk ritual, maupun wisata. “Periode Juni sampai September, ribuan jenis kupu-kupu kumpul di area curug,” katanya.
Prasasti-Pohon
Usai ritual ngalokat cai, rombongan kembali ke tempat acara dan singgah di satu persimpangan. Tampak sebuah bangunan prasasti berupa pisau komando (khas Kopassus) dan papan prasasti.
Letjen Hasan menandatangani prasasti “Doni Monardo Jenderal Pohon Indonesia”. Selanjutnya, prasasti akan ditempel di bangunan prasasti tadi, untuk mengenang jasa Doni Monardo.
Kegiatan dilanjutkan dengan menanam pohon di area Pinus Ecopark, dan dipungkasi makan siang bersama. (*)

