BerandaEntertainmentDeli Retro 70s Menghidupkan Kembali Tembang Lawas

Deli Retro 70s Menghidupkan Kembali Tembang Lawas

DELI SERDANG, PILAR MERDEKA – Tren perkembangan musik di tanah air pernah mengalami kejayaan yang sangat pesat di era 80-an – 90-an. Parameter maju dan berkembangnya musik tentu berdasarkan teknologi yang mengiringi pada zamannya.

Musik yang sampai ke ruang dengar pencinta musik di Indonesia di era tersebut memang masih banyak dalam bentuk pita kaset (kaset selluloid) adalah format populer untuk mendengarkan musik pada masa itu. Teknologi seperti VCD, DVD, atau format digital seperti MP3 dan MP4, belum menjadi mainstream pada saat itu.

Masa lalu yang indah untuk dikenang kembali dalam perjalanan dunia musik Indonesia pernah menorehkan catatan emas. Dunia musik yang mewarnai perjalanan sejarah anak bangsa telah meninggalkan jejak dalam ingatan kolektif masyarakat Indonesia, mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya pada zamannya.

Mulai dari pencipta lagu, penyanyi, penata musik, grup band, Industri rekaman, promotor, bahkan dunia hiburan kecipratan rezeki hingga ke pelosok dusun terpencil saat musisi mengadakan tour musik.

Muncullah BASF Award dan HDX Award yang diberikan kepada  penyanyi oleh perusahaan kaset dengan penjualan terbanyak, kemudian muncul Anugerah Musik Indonesia serta produk turunannya seperti Video Klip Musik, Aransemen musik, pemeran video dan sutradaranya.

Ada begitu banyak kelompok dan komunitas di tanah air yang kemudian berusaha menghidupkan kembali nuansa masa lalu saat dimana lagu dan penyanyi menjadi idola sang pengagum. Lewat stasiun televisi ada acara Golden Memories, Kemas Reborn, Melody Memori dan Kenangan Masa.

Deli Retro 70s Hadir

5 Nopember 2023 muncul gagasan membentuk komunitas yang ingin menghidupkan kembali nuansa 70-an. Berawal dari sebuah festival karaoke yang diadakan di sebuah cafe di daerah Desa Tembung, Kabupaten Deli Serdang.

BACA JUGA  Mahkamah Agung Peduli, Prof. Yulius Berbagi Kebahagiaan di Panti Asuhan

“Genre musik banyak, kalau mengikuti tren musik dengan tempo cepat ala-ala DJ kalau sekedar bergoyang joget sih ya enjoy, namun lirik lagunya toh kebanyakan lagu lama yang didaur ulang lalu dikombinasikan dengan remix” ungkap Muliono (55) selaku Ketua Deli Retro 70s, mengawali bincang-bincang pada Rabu (20/8/25).

Tak sekedar menjalin silahturahim semata, ternyata banyak sudah kegiatan yang dilakukan seperti: Menyantuni kaum dhuafa dan anak yatim, Festival Karaoke Langgam Jawa dan Karaoke Lagu Bollywood. “Saat ini kami sedang latihan band yang di suatu masa kami akan mengadakan konser” ungkap pak Mul.

Ayah dari 2 orang anak ini menuturkan ada manfaat bagi komunitas kami saat bekerjasama dengan pihak cafe, malam Kamis kami Live Music Performance, Malam Sabtu dan Minggu.

“Alhamdulillah kami mendapat honor dari pihak manajemen. Tanpa menyebutkan besaran nilainya. Bagi kami tampil totalitas dengan kostum jadul: celana Cutbray dan baju warna cerah, kancing baju atas terbuka, rambut sedikit gondrong, dan kerah baju diangkat ke atas merupakan ekspresi kami sambil membawakan lagu A. Rafiq atau Benyamin S,'” ungkap Pak Mul.

Keprihatinan Hilangnya Ruh Seni

Saat ditanyakan perihal pembayaran royalti pihak pengelola bisnis kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Pak Mul mengungkapkan: “Sebuah lagu diciptakan untuk dinyanyikan meskipun itu merupakan hak ciptanya. Apabila lagunya dinyanyikan orang lain seharusnya dia bangga. Saya prihatin dunia musik mengalami kemunduran.”

Dari paparan di atas tentang masa kejayaan dunia musik saat teknologi masih terbatas diakses, pelaku industri musik bergelimang royalti dari industri rekaman dan sponsor dan kini yang disasar adalah pelaku bisnis lain.

Akankah musik Indonesia kehilangan jati diri dan ruhnya? Akankah grup band seperti Gong 2000, Kantata Takwa, KLA Project, Dewa 19, Ungu, Kangen Band, Armada dan lain-lain tidak muncul lagi? Akankah lirik lagu dihasilkan tanpa ruh dan menjadi hampa? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi refleksi tentang masa depan musik Indonesia dan pentingnya melestarikan ruh seni dalam industri musik. (Budi Sudarman)

Google

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

spot_img
- Advertisment -

DAERAH