MEDAN, PILAR MERDEKA – Akademisi Sekolah Tinggi Teologia (STT) Paulus Medan menyambut positif penguatan perhatian masalah ekologi, sosial dan perhatian terhadap situs-situs sejarah Kristen. Hal itu diminta agar dimasukkan ke dalam Draft pada Pokok Panggilan dan Tugas Bersama Gereja di Indonesia (PPTB-PGI) di periode 2024-2029.
Studi Wilayah Pendalaman Draft Dokumen Ke-Esa-an Gereja, masalah ekologis adalah bagian yang dibahas. Panggilan bagi gereja untuk peduli bumi menuju ibadah yang ramah lingkungan adalah sebuah komitmen. Seiiring meningkatnya kesadaran akan krisis lingkungan.
Banyak gereja di Indonesia mulai mengambil langkah nyata untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Salah satu langkah yang diambil adalah mengurangi penggunaan botol plastik air mineral dan kertas pewarta dalam ibadah.
Pemerhati lingkungan dan budaya STT Paulus Medan, Hery Buha Manalu mengapresiasi langkah dan perhatian gereja-gereja di Indonesia yang peduli terhadap lingkungan. Apresiasi itu disampaikan usai acara Studi Wilayah Pendalaman Draft Dokumen Ke-Esa-an Gereja, kepada media ini melalui WhatsApp, Jum’at (3/5) di Medan.
Hery mengatakan, sudah saatnya kita peduli secara nyata yang diteruskan gereja-gereja di Indonesia guna memperjuangkan lingkungan, dimana pelestarian lingkungan hidup merupakan “titipan” generasi mendatang. Dan komitmen terhadap ekologi adalah wujud nyata dari Iman Kristen untuk menjaga serta merawat ciptaan Tuhan.
Terkait penggunaan botol plastik dan kertas pewarta saat ibadah mendapat respon para peserta studi, botol plastik dan kerta pewarta itu dianggap membawa dampak negatif terhadap lingkungan.
Botol plastik yang tidak didaur ulang akan mencemari tanah dan perairan-laut. Sedangkan kertas pewarta yang berbahan mentah tumbuhan kayu, membutuhkan banyak sumber daya alam.
Memperhatikan kondisi itu, banyak gereja beralih menggunakan tumbler atau botol isi ulang untuk air minum jemaat. Positifnya, tidak hanya mengurangi sampah plastik tetapi juga mendorong gaya hidup lebih hemat dan berkelanjutan.
Selain itu, beberapa gereja juga sudah memulai penggunaan proyektor dan layar sebagai pengganti kertas pewarta untuk menayangkan acara tata ibadah dan lagu pujian bagi jemaat.
Langkah itu multi manfaat, disamping bermanfaat bagi lingkungan, juga bermakna spiritual yang mendalam. Upaya merawat bumi merupakan bagian dari panggilan gereja dalam mewujudkan Kasih Tuhan kepada semua ciptaan-Nya.
Lanjut Hery, penerapan kebijakan ramah lingkungan dalam ibadah, tentulah membutuhkan komitmen dan kerjasama semua pihak, baik pengurus gereja, jemaat maupun pihak terkait lainnya.
“Dengan tekad kuat, kita dapat mewujudkan gereja yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menjadi teladan bagi masyarakat,” jelas Hery Manalu didampingi Bona Purba dan Rosmawaty Ndraha seusai acara yang diselenggarakan pada 1-3 Mei 2024 di Hotel Emerald Garden Medan.
Langkah-langkah dan perhatian sekecil apapun yang dilakukan setiap gereja akan berdampak besar terhadap lingkungan. Sehingga dapat mewujudkan gereja ramah lingkungan dan berkontribusi pada masa depan alam yang lebih lestari sebagaimana titipan generasi mendatang. (Monang Sitohang)